72 Tahun Subang tanpa City Branding

72 Tahun Subang tanpa City Branding
0 Komentar

Oleh: Lukman Enha*

LUMBUNG padi? Iya

Lumbung TKI? Iya

Kini, lumbung buruh? Iya, hampir

Mau disebut kota wisata? Mau
Mau disebut kota industri? Mau
Mau disebut lumbung seni tradisi? Mau

Ingin tetap banyak padi. Kalau bisa, pabrik tidak merusak pertanian. Tetap bisa liburan ke tempat wisata sambil menikmati hiburan seni tradisi dan segalanya.

Lalu, ahlinya apa? Pertanian, industri, budaya, wisata? Identitasnya apa? Ya, pokoknya Subang segala punya.

“Ini lho Subang, dari lautan sampai pegunungan kita punya”

Lalu, identitas, originalitasnya apa? Kata orang bengkel–genuine part-mu apa?

Baca Juga:KTT Dukung Kebijakan PSBB Dalam Penanganan Covid-19IMI Korwil Subang Optimis Dunia Balap Akan Maju

Begitulah, hari-hari kita membanggakan diri. Pemimpin Subang membanggakan laut dan gunungnya. Ikan etong dan nanas si madu-nya. Sisingaan dan toleat-nya. Beras pulen Pantura-nya. Hingga gaji besar di pabriknya. Kegembiraan beli sawah dari kiriman uang anaknya di Taiwan sana. Yang terbaru: membanggakan Pelabuhan Patimban-nya.

Subang memang punya banyak potensi. Tanahnya subur: bisa jadi lumbung padi. Juga lahannya masih sisa banyak, bisa jadi lumbung deretan kawasan industri. Sudah sejak zaman Belanda bahkan jadi lumbung teh. Perkebunan PTPN VIII di Subang seluas 1.802 hektare, menyumbang 10 persen luasan perkebunan milik negara di Jabar.

Seni tradisinya juga kaya. Mulai dari doger kontrak, genjring ronyok, ketuk tilu, gembyung. Subang juga rumah para dalang, hingga Subang berhasil melahirkan diva pesinden Titim Fatimah dan Cicih Cangkurileung.

Objek wisata juga banyak. Subang masuk destinasi wisata unggulan di Jawa Barat. Selain Sari Ater dan Tangkuban Parahu, Subang punya belasan air terjun eksotik. Di antaranya Curug Cijalu, Cibareubeuy, Curug Bentang hingga Curug Ciangin.

Terlalu banyak potensi, bingung sendiri. Dari mana memulainya. Apa yang didahulukan? Bingung sendiri. Akhirnya: pusat seni tradisi tak ada, jalan ke objek wisata banyak yang belum dibangun, lupa menjaga lumbung padi, wisata sentra olahan nanas tidak punya, pusat olahan dan pengawetan ikan di Pantura juga belum ada.

Akhirnya, berfikir simpel. Ya semua harus hebat. Kita bangun dengan cara gotong-royong. Ada tim ahlinya? Pokoknya gotong-royong saja. Pokoknya yang penting motekar. Semua harus Jawara!

0 Komentar