Belajar dari Kasus Nice dan Marcon

Belajar dari Kasus Nice dan Marcon
0 Komentar

Oleh: Kang Marbawi

Salam sejahtera untuk kita semua, saudara sebangsa dan setanah air.
Kehidupan kebangsaan yang didasari atas saling menghargai dan menghormati segala perbedaan.harus kita kembangkan Itulah bagian dari pengamalan Pancasila yang kita diskusikan minggu lalu. Yakni, simbol agama di ruang publik, khususnya sekolah. Sekolah yang sudah seharusnya menjadi wahana pengenalan untuk memberi penghargaan dan penghormatan berbagai simbol dan ritual agama yang dianut oleh semua siswa. Tentu saja, tetap dalam proporsi yang wajar.

Saat ini, seluruh dunia, terutama di negara-negara yang berpenduduk muslim, sedang heboh dan marah karena pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Macron “dianggap” menghina Islam. Pernyataannya telah memicu gelombang protes di seluruh dunia . Protes juga terjadi di Indonesia. Bahkan, protes yang terjadi sini, meluas ke ajakan agar kaum muslimin memboikot semua produk Prancis.

Terlepas dari pernyataan Macron yang menyinggung perasaan umat Islam, mari kita lihat asbab (penyebab) serta peristiwa yang mengikutinya. Penyebab pernyataan Macron dipicu peristiwa pemenggalan salah seorang guru di Nice, Prancis, karena menunjukkan karikatur Nabi Muhammad kepada siswanya di kelasnya.

Baca Juga:Tim Riset Siap Lakukan Uji Klinis Vaksin Covid-19, Masyarakat AntusiasAisyah, Bayi Penderita Kelainan Bagian Kepalanya Dapat Bantuan dari SD PIT Bhaskara

Mari kita lihat dan analisis dengan kepala dingin dan jernih. Prancis adalah negara yang menjunjung kebebasan berekspresi. Pemuatan karikatur Nabi di sebuah media Prancis dianggap bagian dari kebebasan berekspresi. Dalam konteks ini, kebebasan berekspresi di Prancis tidak melihat atau tidak menghargai simbol agama dan kepercayaan umat Islam. Mereka tidak mempertimbangkan itu.
Tapi, bagi umat Islam, Nabi Muhammad SAW, tidak bisa disimbolkan dalam berbagai bentuk gambar atau apapun. Dalam sirah atau sejarah hidup Nabi Muhammad pun hanya disebutkan ciri-ciri fisik,akhlak, dan kehidupannya. Dengan demikian, penayangan karikatur Nabi Muhammad menyinggung perasaan umat Islam.

Di Indonesia, kehidupan beragama dijamin secara konstitusional. Sila Pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan tuntunan kepada pemeluk semua agama. Bahwa kebebasan berekspresi dalam menunjukkan kecintaan kepada simbol agama, tidak boleh mengganggu atau menyinggung simbol, perasaan, keyakinan dan kehidupan pemeluk agama lain. Inilah yang tidak dimiliki oleh ideologi lain dalam soal kebebasan beragama dan berekspresi di ruang publik.

0 Komentar