Antara Rudiantara

Antara Rudiantara
0 Komentar

Oleh : Dahlan Iskan

Lihat dulu ”kelas” kementeriannya. Lihat pula ”kelas” BUMN-nya.

Dari Menteri Kominfo ke Direktur Utama PLN harusnya tidak termasuk yang bisa disindir sebagai turun pangkat.

Bahkan naik ”kelas”.

PLN memang di bawah menteri. Secara struktur. Demikian juga Pertamina. Tapi dirut dua BUMN tersebut bisa dibilang tidak kalah kelas dengan menteri.

Banyak kementerian yang anggaran jauh di bawah PLN atau Pertamina.

Kalau ke Tiongkok saya sering diperkenalkan sebagai menteri kelistrikan.

”Saya bukan menteri,” sergah saya. ”Saya ini hanya Dirut PLN”.

”Di sini kelas Dirut PLN disebut menteri,” tukasnya.

Terserah saja.

Yang penting saya harus mulai waspada. Mereka boleh pinter, kita tidak boleh bodoh.

Baca Juga:Partisipasi Pemilih Pilkades Serentak di KBB MeningkatApresiasi Formasi CPNS untuk Disabilitas

Dirut PLN –dan Pertamina– tidak jarang diundang ikut sidang kabinet –meski duduknya di barisan belakang. Dan tidak boleh bicara kalau tidak diminta.

Saat bicara pun harus pandai-pandai mengatur lidah: banyak atasan yang bisa terjepit di forum itu.

Ejekan bahwa dari Menteri Kominfo ke Dirut PLN itu turun kelas pasti datang dari orang yang sangat sadar-kelas.

Rudiantara tidak harus merasa turun kelas. Harus merasa naik kelas.

Memang ia kan Menteri Komunikasi dan Informatika. Tapi kan mantan. Tentu ia harus mau ditugaskan menjadi Dirut PLN.

Saya justru salut kepada orang yang punya ide menempatkan mantan menteri itu ke Dirut PLN. Kok terpikir ya.

Memang sulit mencari dirut baru PLN saat ini. Banyak yang hebat-hebat di dalam PLN. Tapi mungkin saja belum dikenal oleh para pengambil putusan.

Dikenal itu penting. Untuk diketahui akan bisa dipercaya atau tidak. Terutama kemampuan dan integritas mereka.

Baca Juga:Kemenag akan Pantau Pengajian Tertutup, Waspadai Radikalisme di Akhir TahunIni Visi Pembangunan Desa Kotasari

Memilih dirut perusahaan sekelas PLN memang juga harus mempertimbangkan iklim kerja di dalam.

Misalnya apakah ada kubu-kubuan di dalamnya. Yang pro dirut lama dan yang kontra. Yang di tengah pun dianggap kejepit: dianggap kubu yang lain lagi.

Para ahli di dalam PLN dikhawatirkan sudah berada dalam salah satu kubu –biar pun sebenarnya tidak.

Itu bagian dari nasib.

Setidaknya Rudiantara tidak terlibat perkubuan itu.

0 Komentar