Defisit BPS

Defisit BPS
0 Komentar

Oleh Dahlan Iskan

Apa boleh buat: Biro Pusat Statistik harus mengeluarkan angka ini. Kemarin. Yang secara politik tentu hanya menambah panas tahun politik.

Tapi BPS adalah lembaga data. Yang harus mengumumkan hitam adalah hitam. Putih bukanlah jingga.

Data tidak beragama. Tidak bersuku bangsa. Dan tidak berpartai.
Memang di negara otoriter data sering dijadikan alat politik. Dimainkan. Disembunyikan. Diungkap-ungkapkan.

Baca Juga:Disdik dan Kejari Sosialisasi Pendanaan PendidikanDisdukcapil Targetkan 12 Ribu Pelajar Rekam E-KTP

Data diperlakukan semaunya yang berkuasa. Meski akhirnya ketahuan juga: tidak cocok dengan kenyataan. Atau tidak sesuai dengan yang dirasakan.

Maka kita terima saja data BPS yang diungkapkan kemarin itu sebagai data. Bukan sebagai Kristen di mata orang Islam. Atau Sunda di mata orang Minang. Atau Partai Republik di mata Partai Demokrat.

Datanya: Tahun 2018 Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan 8,7 miliar dolar.

Pun Kompas.com edisi kemarin melintas. Menyebut sebagai defisit yang terbesar sejak reformasi.

Artinya: kita kurang ekspor; terlalu banyak impor.
Yang membuat tidak panik: rupiah cenderung menguat belakangan ini. Sehingga berita defisit itu tidak membuat nilai tukar rupiah memburuk. Padahal, biasanya, defisit neraca perdagangan dibaca sangat negatif oleh pasar uang.

Apakah kita akan sempat memperbaiki rapot itu di tahun 2019?
Terserah Anda. Tapi rasanya sulit. Perhatian sudah terlanjur terlalu banyak diberikan pada politik. Termasuk di pos-pos yang harusnya memikirkan ekonomi negara.

Kecuali: ada pembagian tugas yang jelas. Bagian-bagian yang mengurus ekonomi tidak usah ikut dulu memikirkan politik. Rasanya harapan seperti itu juga berlebihan.

Maka perguruan tinggilah yang baiknya berinisiatif. Membedah data itu.

Kalau perguruan tinggi negeri juga sudah terlalu terseret ke politik masih ada swasta.

Baca Juga:Nikmatnya Kopi Antik di Mr MaranggiDisduk Musnahkan Ribuan Arsip KTP-el Yang Rusak

Kalau yang swasta pun sibuk Pilpres dan Pileg bagaimana? Baiknya lembaga kajian perbankan yang melakukan. Pada saatnya nanti diserahkan kepada presiden hasil pemilu. Siapa pun yang terpilih. Agar presidennya langsung bisa tancap gas. Tidak perlu melakukan kajian lagi. Yang hanya akan membuat kehilangan waktu lagi.

Saya tahu bank-bank besar memiliki tim kajian ekonomi yang independen.

Bank memerlukan data yang falid. Demi kejayaan bank tersebut. Sekalian dipersembahkan untuk negara.

0 Komentar