Empat Jenis Angin Setelah Subuh

Empat Jenis Angin Setelah Subuh
0 Komentar

Oleh: Dahlan Iskan

Saya lari mengambil HP. Yang lagi saya charge di dekat pintu masuk. Ada pemandangan unik. Di masjid Tokyo, ini. Yang harus saya abadikan di kamera: foto dan video.

Minggu subuh kemarin itu saya dapat tempat di deretan tengah. Baris depan sudah penuh. Oleh jamaah subuh yang datang lebih dulu.

Begitu salat selesai saya diminta ke depan. Untuk memberikan santapan rohani. Kuliah subuh. Tapi saya diminta menunggu dulu. Akan ada santapan jasmani dulu.

Baca Juga:Anne: Pakaian Adat adalah Ciri Khas suatu BangsaDanrem: TNI Jaga Netralitas Pemilu 2019

Jamaah diminta menghadap ke kanan. Berarti: orang yang tadi duduk di samping menjadi duduk di depan masing-masing.
Lalu datanglah komando ini: agar semua memijat pundak teman di depannya. Dengan gerakan hujan rintik-rintik. Artinya memijit-mijit dengan gerakan ringan.

Saya tidak menyangka akan melihat itu. Di dalam masjid. Saat wiridan baru selesai. Saat jamaah masih duduk rapi. Berderet dan bersila.

Saya pun lari mengambil HP. Lucu sekali gerakan mereka.

Tak lama kemudian datang komando baru: gerakan hujan batu!

Maka tangan mereka pun dalam posisi tergenggam. Dipukul-pukulkan ke punggung teman di depannya. Ada yang memukulkannya dengan keras. Ada yang keras sekali.

Lalu ada komando yang lain lagi: hujan badai! Genggaman dibuka. Lima jari diluruskan. Dikaratekan ke punggung teman di depannya. Ada yang pukulan karatenya cepat. Ada yang cepat sekali.

Komando pun berubah lagi: angin sepoi-sepoi! Maka gerakan pijatnya menjadi pijat pelan. Selesai.

Eh, belum.

Jamaah diminta berbalik. Yang tadi memijat ganti dipijat. Dengan empat jenis hujan yang sama.

Inilah pijat masal. Di dalam masjid. Bakda subuh. Khas masjid di Tokyo, Jepang. Di kompleks sekolah Indonesia. Milik kedutaan besar kita.

Baca Juga:Tim Penggerak PKK Desa Mekar Galih Kecamatan Jatiluhur Raih Juara Aneka LombaPesawat Lion Air Jatuh ke Laut setelah 13 Menit Mengudara, Semua Penumpang Tak Ada yang Selamat

Subuh hari itu diimami oleh Ustad Fatah. Guru sekolah itu. Asal Sunda. Yang berjamaah sekitar 60 orang. Penuh sekali. Sebagian wanita. Sebagian sudah di situ sejak lewat tengah malam: qiyamul lail.

Sebagian lagi belum tidur sama sekali: masak. Di dapur dekat masjid itu. Untuk sajian makan pagi. Bagi seluruh jamaah. Gratis.

0 Komentar