Pulang Kampung

Pulang Kampung
0 Komentar

Oleh: Dahlan Iskan

Saya pulang kampung Kamis lalu. Mampir. Ke dukuh Kebondalem. Desa Tegalarum. 16 km dari Magetan.

Tidak ada rumah kami lagi di situ. Rumah ayah sudah dibongkar pembelinya: untuk dibangun rumah sungguhan.

Tapi masih banyak keluarga: sepupu-sepupu. Atau anak-anak cucu mereka.

Saya tidak ke rumah salah satunya. Agar tidak menimbulkan kecemburuan. Saya langsung ke masjid. Begitulah kebiasaan saya. Setiap pulang kampung. Kebetulan pas adzan dhuhur.

Baca Juga:Rumah Kebakaran, Dalang Cilik Ki Dodo Hanya Berhasil Selamatkan Wayang GolekPeringatan HKN Ke-54 Berlangsung Meriah

Semua keluarga kumpul di masjid. Lalu duduk-duduk mengerumun di terasnya. Ngobrol apa saja.

Di teras masjid itulah dulu saya tidur. Kalau malam. Bertahun-tahun. Bersama beberapa remaja lainnya. Di lantai. Tanpa tikar. Tanpa alas. Berselimut sarung. Berbantal pemukul bedug.

Satu persatu keluarga saya bergabung di teras ini. Tapi kedatangan Yu Marmi menarik perhatian saya. ”Le, aku wis waras,” kata sepupu saya yang berumur 72 tahun itu. Yang selalu memanggil saya ‘Le’. Yang mengaku sudah sembuh dari sakitnya itu: gondong, gula darah dan tekanan darah tinggi.

Saat saya menjabat menteri pun Yu Mi memanggil saya ‘Le’. Singkatan dari ‘tole’ –panggilan bagi anak lelaki di desa.

Maka topik obrolan kami pun tentang sembuhnya Yu Mi. ‘Yu’ adalah singkatan ‘mbakyu’. Artinya: kak, atau kakak. Dia memang anak dari kakak ibu saya. ‘Mi’ adalah singkatan dari namanya: Sumarmi.

Begitu senang Yu Mi. merasa sembuh dari sakitnya. Bisa berjalan cepat. Tidak thimik-thimik lagi.

Yu Mi bercerita dengan antusiasnya. Tentang: terapi Choyang. Ala Korea. Yang dilakukannya tiap hari. Di kota Madiun. Di antar oleh putrinya. Sejak 3 bulan lalu.

Baca Juga:Bumdes Karya Gumilang Kembangkan Jamur ChitakeCegah Banjir Koramil Jumsih di Jembatan Cisalak

Saya heran. Kok sekarang ini enak saja ke Madiun setiap hari. Karena sudah ada sepeda motor. Dulu, kalau saya mau ke Madiun sudah dirancang dulu setahun sebelumnya. Itu sebuah mimpi besar. Seminggu sebelumnya pun sudah heboh: Akan ke Madiun. Ke kota. Yang kalau malam ada lampunya.

Dua hari sebelumnya sudah kumpul-kumpul bahan makanan. Yang bisa dimasak: ubi, pisang, uwi. Untuk direbus. Sebagai bekal ke kota.

0 Komentar