Semangat Juang Caleg Muda

Semangat Juang Caleg Muda
PARTAI SOLIDARITAS INDONESIA
0 Komentar

SEMENJAK Komisi Pemilihan Umum menetapkan dimulainya masa kampanye tanggal 23 September 2018 sebagai proses dari rangkaian Pemilihan Umum Calon Anggota Legislatif 2019, maka para caleg-caleg muda, beserta saudara, sahabat dan pengurus partainya mulai turun kelapangan. Mereka melakukan silahturahmi dan sosialisasi kepada masyarakat dan memperkenalkan diri sebagai salah satu calon anggota legislatif untuk masa bakti tahun 2019-2024.

Saat bertemu masyarakat, beragam aspirasi yang didapatkan atas situasi dan kondisi yang telah terbentuk pada masyarakat bertahun-tahun membuka mata lebar-lebar para caleg-caleg muda itu. Lemahnya fungsi pengawasan sampai ke tingkat desa dan dusun, masih ditemukan masyarakat kurang mampu yang belum mendapatkan Kartu Indonesia Sehat, masih ada sawah-sawah yang memerlukan pembenahan sistem pengairan untuk mengalirkan air ke sawah-sawah mereka dan berbagai persoalan masyarakat lainnya.

Ironis lagi ketika banyak curhatan ketidak hadiran para anggota dewan yang pada 4 (empat) tahun lalu hadir didesa dan dusunnya berkampanye meminta dukungan dengan menyampaikan visi dan misinya dengan tujuan ketika sampai di bilik suara merekalah yang dipilih.

Baca Juga:672 Ruang Kelas Rusak Berat, 765 Kelas Rusak SedangPertamina EP Subang Field Resmikan Saung Edukasi Pencegahan HIV/AIDS

Hal ini membuat munculnya istilah-istilah menarik dan lucu dari masyarakat, salah satunya adalah Kacang Lupa Kulitnya, lalu ada juga yang membandingkan dengan Pil KB, kalau Pil KB, lupa diminum, pasti jadi!, sedangkan kalau Pileg, sudah jadi dewan, pasti lupa!.

Situasi dan kondisi yang membentuk bertahun-tahun ini membuat usaha tulus ikhlas masyarakat membantu dan mendukung, bahkan mengajak saudara dan kawannya untuk memilih para calon anggota legislatif sudah sulit kita temukan lagi. Kecuali 2 (dua) hal, pertama, calon itu adalah saudaranya atau teman dekatnya. Lalu yang kedua masyarakat yang pragmatis berorientasi kepada apa yang diperoleh secara instan dari para calon sehingga mendorong mereka untuk memilih mana yang memberikan lebih besar.

Jika kita menyoroti pemberian-pemberian instan tersebut, maka tanpa disadari tidak hanya dapat membentuk watak negatif masyarakat yang membuat pemilu menjadi tidak sehat karena terbukanya pintu politik uang saja. Namun juga membentuk watak negatif para anggota dewan-nya sehingga terjadilah praktek korupsi, kolusi dan nepotisme yang sampai saat ini masih menjadi penyakit menular para anggota dewan kita saat ini.

0 Komentar