Ada Reog dan Barongsai di Desa Cikuntul

Ada Reog dan Barongsai di Desa Cikuntul
KESENIAN: Topeng Reog dan Barongsai hasil karya pengrajin asal Desa Cikuntul, Kecamatan Tempuran di jajakan di sejumlah toko. FAUZAN FADHLURRAHMAN
0 Komentar

KARAWANG – Lestarikan budaya Indonesia, sejumlah pengrajin di Desa Cikuntul, Kecamatan Tempuran masih aktif membuat topeng Reog dan Barongsai.
Topeng Reog yang dibuat disini bukan digunakan untuk aksesoris penari asli, namun hanya sekedar aksesoris oleh-oleh anak untuk memperkenalkan Budaya Indonesia.

“Kita buka toko kecil ini sudah berdiri sendiri dari 2012, awalnya kita masih ngikut orang. Produksi pun hanya buat pesanan saja, kalau sekarang produksi buat sendiri.” Ujar Rohman, selaku pemilik toko aksesoris saat diwawancarai pada Jumat, (21/2).

Tak hanya Reog, disini pun terdapat Aksesoris Barongsai dan Sisingan. Sisingaan sendiri adalah budaya asal Subang yang biasa ditampilkan saat ada yang sunatan.

Baca Juga:Tekan Sampah Plastik, Pemkab Purwakarta Luncurkan Gerakan Purwakarta Sejuta TumblerHaul KH Ahmad Ruhiat Disambut Antusias

“Kita juga produksi Barongsai, terus ada Sisingaan juga. Ya semua ini bisa dibilang buat mainannya anak-anak sekaligus bisa kenalin budaya-budaya kemereka,” lanjut Rohman.

Rohman menjelaskan, bahwa semua yang ada disini asli buatan tangannya. Dimana bahan bakunya diambil dari limbah-limbah pabrik boneka dan kayu-kayu di hutan belakang rumahnya. Namun untuk pengerjaannya Rohman tak sendiri, ia punya dua anak buah yang biasa membantunya.

Untuk proses pengerjaannya sendiri, Rohman membutuhkan waktu satu sampai dua hari saja. Namun untuk Sisingaan, Rohman membutuhkan waktu sampai satu bulan. Dikarenakan kondisi bahan baku yang digunakan kayu berkualitas baik dan pengerjaan yang sangat sulit.

Harga yang dibandrolpun sangatlah terjangkau. Mulai dari Rp50 rb sampai Rp250 rb, namun untuk Sisingaan sendiri harganya mencapai Rp600 rb. Harga tersebut terbilang sepadan dengan bahan baku dan masa pengerjaan yang cukup sulit. Untuk penjualannya, Rohman hanya mengandalkan masyarakat yang lewat jalan depan rumahnya.

“Sehari pasti ada aja yang mampir kesini sih, cuma ya penghasilan ga seberapa. Kita juga sekaligus mempertahankan budaya kita, mungkin nanti kita akan tambah ikon-ikon budaya lainnya yang ada di Indonesia ini. Itupun jika bahan baku mencukupi,”Pungkas. (zan/ded)

0 Komentar