Minta Gubernur Tangani Sungai Cilamaya, Pencemaran Sudah Terjadi Sejak Tahun 2004

Minta Gubernur Tangani Sungai Cilamaya, Pencemaran Sudah Terjadi Sejak Tahun 2004
BAU TAK SEDAP: Kondisi air sungai Cilamaya yang melintasi bendung Barugbug menghitam dan mengeluarkan bau tak sedap. USEP SAEPULLOH/PASUNDAN EKSPRES
0 Komentar

KARAWANG-Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Karawang menyatakan pencemaran sungai Cilamaya dan Bendungan Barugbug sudah terjadi selama 14 tahun atau sejak setiap 2004.

“Masalah ini (pencemaran sungai Cilamaya dan Bendungan Barugbug) sudah muncul sejak 2004. Setiap tahun sejak tahun 2013, kita selalu menyurati Gubernur Jabar untuk menangani kasus pencemaran itu,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Karawang, Wawan Setiawan, di Karawang.

Kata Wawan, kasus pencemaran sungai Cilamaya dan Bendungan Barugbug di wilayah Jatisari, Karawang, sering dikeluhkan masyarakat setempat, khususnya setiap musim kemarau.

Baca Juga:AA Umbara Siap Realisasikan Janji Urai Kemacetan, Buka Jalur Cable Car di Lembang2.700 Properti Disebut Langgar Tata Ruang, Bupati Umbara Janji Lakukan Penertiban

“Khususnya saat musim kemarau, air sungai Cilamaya dan Bendungan Barugbug berwarna hitam pekat dan menebarkan bau tak sedap,” katanya.

Wawan mengaku pihaknya tidak bisa berbuat banyak atas kasus pencemaran sungai Cilamaya dan Bendungan Barugbug tersebut. Sebab air di Bendungan Barugbug itu sumbernya dari aliran sungai wilayah Purwakarta dan Subang.

Sejak tahun 2013 hingga kini, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Karawang hanya menyurati Pemprov Jabar untuk meminta penanganan kasus pencemaran sungai Cilamaya dan Bendungan Barugbug.

“Sekitar sebulan lalu kami kembali menyurati gubernur untuk meminta penanganan pencemaran itu,” katanya.

Sebelumnya, sejumlah masyarakat Kecamatan Jatisari yang berada di sekitar bendungan Barugbug dan sungai Cilamaya mengalami pusing dan mual. Hal itu diakibatkan oleh air sungai CIlamaya yang menghitam dan berbau.

“Bau busuk yang berasal dari air bendungan sangat menyengat. Kami merasa mual dan pusing-pusing karena terus menerus harus menghirup udara tak sehat itu,” ujar Agus, warga Desa Situ Dam, Kecamatan Jatisari, yang rumahnya tidak jauh dari bendungan tersebut.

Menurutnya, perubahan warna dan penurunan kualitas air bendungan terjadi sejak, Selasa malam (23/10). Bahkan hingga Rabu siang (24/10), warna air bendungan masih berwarna hitam dan berbuih banyak.

Baca Juga:Pilkades dan Dendam Politik*Grand Opening Tokma Pamanukan

“Saat tercium aroma tak sedap menyergap hidung, kami sudah bisa memastikan air bendungan kembali tercemar limbah industeri. Kami sudah mengalami hal ini puluhan tahun,” ujarnya. (use/din)

0 Komentar