Aksi Solidaritas Tolak Razia Buku, Perpustakaan Jalanan Buka Lapak Baca

Aksi Solidaritas Tolak Razia Buku, Perpustakaan Jalanan Buka Lapak Baca
DISKUSI LITERASI: Aksi solidaritas Komunitas Perpustakaan Jalanan dengan membuka kembali lapak baca sambil berdiskusi tentang literasi. YOGI MIFTAHUL FAHMI/PASUNDAN EKSPRES
0 Komentar

PAMANUKAN-Perpustakaan Jalanan Subang kembali melapak sembari membuka ruang diskusi terbuka. Kegiatan ini juga merupakan upaya partisipasi atas Aksi Solidaritas Melapak Buku Serentak Se-Indonesia di Halaman Kantor Kecamatan Pamanukan, Sabtu (10/8).

Aditya Batistuta Maulana dari perpustakaan Jalana Subang mengatakan, maraknya tindak peraziaan buku akhir-akhir ini nampaknya membuat para pegiat literasi melakukan bentuk penolakan.

Menurutnya, Aksi Solidaritas Melapak Buku Serentak Se-Indonesia diikuti seratus lebih Perpustakaan Jalanan dan Perpustakaan Alternatif Se-Indonesia. “Terhitung tepat pada 10 Agustus 2019 aksi ini dilancarkan serentak di seluruh penjuru nusantara.” ujar Aditya.

Baca Juga:Reynaldi Caleg Termuda Bertekad Majukan OlahragaGolkar Bentuk Yayasan Realita, Caleg Terpilih Wajib Tandatangani Fakta Integritas

Bertempat di halaman Kantor Kecamatan Pamanukan, nampak para pengunjung mampir di lapak buku itu untuk membaca atau sekadar berdiskusi. Acara juga disertai dengan Refleksi dan Pertukaran Pikiran.

“Kami melakukan diskusi untuk menyikapi tindak peraziaan buku yang marak terjadi. Tadi juga kami membahas soal seluk-beluknya. Mulai dari dasar hukum, faktor penyebab, dan menpertanyakan apa benar ini adalah solusi paling tepat” kata Iqbal salah satu pemantik diskusi.

Menuru Iqbal, Konsep acaranya sendiri begitu sederhana. Ia menyebut ada buku berjajar, ada lapak yang disediakan untuk para pembaca dan ada persediaan kopi untuk mengangatkan suasana. “Ya, setelah berdiskusi dan mendegarkan statment dari kawan-kawan lain, kami sepakat untuk menolak tindak peraziaan buku.” ujar Iqbal

Guruh, sang moderator diskusi pun berpendapat demikian, ia menolak keras tindak penyitaan buku. Menurutnya, hal itu bukan sebuah perilaku yang bijak, dan bukan solusi terbaik. Terlepas dari faktor penyebab apapun itu.

“Pembatasan bahan baca, terutama untuk kami, para kaum muda dan pegiat literasi adalah bentuk pembatasan hak. Saya jadi teringat kutipan dalam suatu buku bahwa Semua buku adalah Ilmu, Setiap orang adalah Guru dan Setiap tempat adalah sekolah,” ucap Guruh. (ygi/sep)

0 Komentar