Dampak Kenaikan UMK, Perusahaan akan Hengkang dari Subang

Dampak Kenaikan UMK, Perusahaan akan Hengkang dari Subang
Kadisnakertrans Subang, Kusman Yuhana.
1 Komentar

Ciptakan Pengangguran Baru

SUBANG-Sejumlah perusahaan padat karya santer akan hengkang dari Kabupaten Subang. Hal itu sebagai dampak naiknya Upah Minimum Kabupaten (UMK) Subang tahun 2020, yang sudah ditetapkan melalui SK Gubernur Jawa Barat yang mencapai Rp 2.965.486.

Kepala Dinas Tenaga Kerjas dan Transmigrasi (Disnakertrans) Subang, Kusman Yuhana mengakui banyak menerima laporan perusahaan yang merasa keberatan atas kenaikan UMK tersebut. Sehingga, sejumlah perusahaan jenis padat karya akan hengkang ke daerah lain. “Ada wacana para pengusaha padat karya akan hengkang dari Subang. Tapi kita lihat lebih jauh dulu lah, karena dengan hengkangnya pabrik dari Subang otomatis akan menciptakan penganguran baru,” kata Kusman kepada Pasundan Ekspres, Kamis (5/12).

Untuk mengantsipasi hengkangya para investor, pihaknya melakukan hubungan baik dan memberikan pengertian dengan perusahaan-perusahaan khususnya pabrik padat karya. Adapun kemampuan perusahaan untuk membayar UMK itu merupakan urusan internal perusahaan tersebut. “Kami tidak bisa memaksa mereka untuk bertahan disini, jika tidak mampu maka dipersihalkan berinvestadi di daerah lain,” ungkapnya.

Baca Juga:Malam Tahun Baru, Grant Hotel Gelar Aloha PartyPasar Johar Raih Penghargaan Pasar Terbaik

Kusman menjelaskan ada 30 pabrik padat karya di Kabupaten Subang, 5 diantaranya sudah tutup karena bangkrut. Adapun jumlah perusahaan di Kabupaten Subang sebanyak 700 perusahaan, yang terbagi dalam perusahaan kecil, sedang, dan besar. “Saya kira yang sangat terkena dampak dari kenaikan UMK ini adalah perusahaan padat karya. Karena sudah banyak pabrik garment yang mengeluhkan kenaikan ini,” jelasnya.

Meski demikian, lanjut dia, para pengusaha padat karya bisa melakukan penangguhan atas penerbitan SK Gubernur tersebut dengan melakukan audit secara keseluruhan dan melaporkan ke dewan pengupahan yang akan diusulkan kembali ke Gubernur. Hal itu sebagai pertimbangan atas kemampuan dari perusahaan padat karya terebut. “Ada di salah satu point dalam SK Gubernur itu, perusahaan bisa melakukan penangguhan atau bitpartit jika tidak mampu membayar UMK terhadap karyawan nya,” ujarnya.

Salah seorang pekerja Pabrik Garment di Pagaden, Yuli (36) mengaku takut hilang pekerjaannya karenakan sudah mendapat kabar perusahaanya akan pindah ke luar kabupaten. “Iya udah sangat santer sih kabarnya. Ya saya mesti gimana kalau pekerjaan hilang, nasib keluarga saya seperti apa nantinya,” ungkapnya.(ygo/sep)

1 Komentar