Ngoembara Kopi Pulang Kampung, Hadirkan Konsep Pedesaaan dan Sediakan Buku Bacaan

Ngoembara Kopi
SEDERHANA: Ngoembara Kopi dengan tampilan sederhana dan khas mengenalkan kopi di pelosok desa. YOGI MIFTAHUL FAHMI PASUNDAN EKSPRES
0 Komentar

Setelah menghiasi dunia perkopian di Subang medio 2017, Ngoembara Kopi kini hadir kembali. Setelah hilang 1,5 tahun yang lalu, Kedai Kopi Ngoembara lahir kembali dengan konsep baru dan tempat yang berbeda dan kembali melanjutkan perjalanan seduhan kopi.

Laporan: YOGI MIFTAHUL FAHMI, Pusakajaya Subang

Saat ditemui Pasundan Ekspres, Tukang Seduh Ngoembara Rasyid Hadi menyebut, Ngoembara kini memulai petualangan baru di desa. Setelah malah melintang di Kota Subang dari 2017 hingga 2018.

“1,5 tahun lalu, sibuk menyelesaikan sekolah. Karena setelah tutup di tahun 2018 dan melihat perkembangan kopi di Subang yang cukup pesat, kami rasa sudah saatnya kami pulang ke kampung halaman agar akses warga desa mendapatkan kopi berkualitas sama seperti warga kota.

Baca Juga:Tak Mau Didenda, Ridwan Kamil: Ya Pakai MaskerMenanti Sinovac

Seperti yang kami lakukan tahun lalu. Selebihnya utang rasa terhadap kampung halaman semoga kepulangan dan keberadaan kami di desa menjadi berguna,” ucap Hadi sapaan akrabnya.

Mengenai konsep berjualan, Hadi menjelaskan, konsep yang diusung masih tetap sama seperti dahulu. Kesederhanaan masih menjadi ciri khas Ngoembara. “Kami menghadirkan kopi dan buku-buku bacaan, berharap orang yang datang bukan hanya mengembara pada tiap gelas kopi tapi juga tiap lembar buku yang kami sediakan,” imbuhnya.

Berawal dari sebuah Vespa

Lalu, ia menuturkan, Ngoembara sempat memulai perjalanan menyeduh kopi mulai dari Vespa, ruko namun kini hadir dengan gerobak kayu yang khas seperti angkringan. “Sebenarnya bukan hal yang sifatnya inovasi atau ada hal berbeda yang kami lakukan, hanya kami hadir dengan gerobak yang terasa cocok dengan situasi di desa,” ucapnya.

Sementara itu, selama pandemi ini, Ngoembara yang awalnya berjualan di Jalanan Compreng depan Kantor Desa Bojongtengah harus menggeser gerobaknya ke halaman rumah. “Kami hanya memindahkan gerobak di depan jalan desa ke halaman rumah yang sudah berjalan 4 bulanan,” jelas Hadi.

Bahkan, sebulan awal saat pandemi mendera, penjualan kopi sempat drop sampai 20 persen. Namun, perlahan kondisi berangsur naik di bulan berikutnya sampai hingga saat ini. “Alhamdulillah seiring berjalannya waktu, pengunjung malah makin terbiasa dan mengetahui keberadaan Ngoembara di halaman rumah,” jelasnya.

0 Komentar