Pemohon SKTM Capai 2.400 Orang, Dinas Sosial: Masyarakat Jangan Berura-pura Miskin

Pemohon SKTM Capai 2.400 Orang, Dinas Sosial: Masyarakat Jangan Berura-pura Miskin
YUGO EROSPRI / PASUNDAN EKSPRES MENINJAU: Kabid Fakir Dinas Sosial Subang, Saeful Arifin saat menijau permohonan pembuatan SKTM tahun 2020.
0 Komentar

SUBANG-Masyarakat Kabupaten Subang diminta agar jangan berpura-pura tidak mampu atau miskin. Hal itu diungkapkan Kepala Bidang Fakir Dinas Sosial Subang, Saeful Arifin kepada Pasundan Ekspres, kemarin.

Menurutnya, masih banyak masyarakat Subang yang memiliki mentalitas meminta. Hal ini terbukti masih banyak warga yang memohon Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) hingga 200 orang perbulan. “SKTM itu untuk bantuan berobat hingga untuk sekolah. Kami meminta masyarakat Subang ketika masih mampu jangan berpura-pura tidak mampu,” katanya.

Ia pun mengimbau masyarakat mampu agar tidak membuat SKTM. Pasalnya, masih banyak masyarakat tidak mampu yang membutuhkan SKTM tyersebut. “Khawatir kuota untuk SKTM terpakai oleh orang yang mampu. Kami selalu mengiimbau kepada masyarakat yang mampu agar jangan memamfaatkan SKTM, karena SKTM kuota nya hanya untuk orang yang tidak mampu, mentalitas meminta jangan di kedepankan,” ungkapnya.

Baca Juga:Pembangunan Jalan Cilamaya-Patimban Buka Keran Ekonomi untuk Warga SekitarKasus HIV/AIDS di Purwakarta Menurun saat Pandemi

Dia menjelaskan rata-rata per tahun Dinas Sosial mengeluarkan SKTM untuk Warga Kabupaten Subang mencapai 2.400 SKTM. Dalam  pembuatan SKTM tersebut, masyarakat harus menyertakan KTP, surat pernyataan tidak mampu dari Desa atau pun Kelurahan. “SKTM yang diminta oleh masyarakat itu, ada yang untuk kesehatan dan juga pendidikan. Untuk kesehatan nantinya pengobatan dibayarkan oleh Pemda Subang melalui Dinas Kesehatan. Kami hanya memberikan dan menginput saja SKTM. Banyak surat pernyataan desa saja bahwasanya warganya benar benar tidak mampu, dan kita percaya saja,” ujarnya.

Sementara itu, Pemerhati Kesejahteraan Sosial Subang Revi.S meminta masyarakat agar mengghilangkan budaya atau mentalitas meminta atau mengharapkan bantuan dari pemerintah. Padahal orang tersebut mampu secara materil, karena budaya yang ada mengharapkan bantuan. “Meminta bantuan untuk orang tidak mampu, tapi disebut miskin tidak mau, ini menjadi semacam kebiasaan,” ujarnya.(ygo/sep)

 

0 Komentar