Tata Kelola Bank Buruk, Pemkab Biarkan BPR Syariah “Mati”

bpr syariah
0 Komentar

SUBANG-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Subang kembali menyelenggarakan rapat paripurna DPRD. Agendanya, jawaban eksekutif atas pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Kabupaten Subang, terhadap Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Subang tentang pembubaran BUMD PT. BPR Syariah Gotong Royong.

Rapat paripurna dibuka dan dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kabupaten Subang H. Narca Sukanda dan dihadiri oleh Wakil Bupati Subang Agus Masykur Rosyadi di ruang rapat DPRD Kabupaten Subang. Senin (24/8).

Wakil Bupati Subang pada kesempatan tersebut menyampaikan jawaban eksekutif atas pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Kabupaten Subang, terhadap rancangan peraturan daerah Kabupaten Subang tentang pembubaran BUMD BPR Syariah Gotong Royong.

Baca Juga:Ada Indikasi Kerugian Negara Rp6 Miliar, Pansus DPRD Panggil Direksi BPRSPemerintah Pusat Bakal Beri Pulsa ke PNS di Kementerian, PNS Daerah: Kita Juga Mau Dong!

Rancangan peraturan daerah tentang pencabutan izin usaha PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah gotong royong Kabupaten Subang, dijelaskan Wabup, sudah berdasarkan undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, dan undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah bahwa BPR Syariah gotong royong Kabupaten Subang, dinyatakan sebagai BPR dalam satu pengawasan khusus yang tidak dapat disehatkan, dan meminta lembaga penjamin simpanan untuk memberikan keputusan menyelamatkan PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Gotong Royong Kabupaten Subang.

Tidak melakukan tata kelola perusahaan yang baik

“Terkait penyebab kerugian yang mengakibatkan BUMD PT. BPR Syariah Gotong Royong harus dibubarkan, karena BPRS tidak melakukan tata kelola perusahaan yang baik. BPRS tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam mengelola perbankan, sehingga bank mengalami kerugian,” jelasnya.

Agus Masykur juga menjelaskan mengenai solusi untuk menormalkan yaitu menyelamatkan kembali BPRS yang terdapat tiga opsi. Antara lain, menambah penyertaan modal, dilakukan merger dengan bank sejenis dan dijual kepada investor.

“Penyertaan modal sekurang-kurangnya Rp3 miliar pada saat masuk pengawasan intensif, dan Rp6 miliar manakala sudah masuk pengawasan khusus, sehingga rasio kecukupan modal atau car di atas 8% atau 12% pada tahun 2020. Permasalahannya untuk memberikan penyertaan modal diperlukan kajian investasi karena dana tersebut berasal dari APBD yang notabene uang negara dan memerlukan waktu yang cukup lama,” jelasnya.

Agus Maskur mengungkapkan, penyertaan modal melalui APBD memerlukan proses yang panjang, sesuai dengan peraturan perundangan. Selanjutnya dalam kaitannya dengan legalitas penyertaan modal. Bupati telah berkirim surat kepada Kejari Subang tentang permohonan legal opinion atau pendapat hukum penyertaan modal terhadap PT. BPRS Gotong Royong tertanggal 27 Januari 2020.

0 Komentar