Anvisa

Belajar Filsafat
0 Komentar

Seri Belajar Ringan Filsafat Pancasila ke 62

Memaknai sila kelima “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” Bagian ke 3

“Kedaulatan adalah kemandirian yang tak terpengaruh oleh siapapun atau apapun dan tak tunduk pada apapun. Tak bergantung pada orang lain untuk mengatur kehidupan sendiri. Tak pandang bulu dalam menegakkan hukum. Tunduk pada nilai kemanusiaan dan keadilan. Itulah berdaulat!”

***

Wajah mega bintang Lionel Messi terlihat begitu kecewa. Pertandingan tim nasional (timnas) Argentina vs Brasil pada lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Amerika Selatan, yang berlangsung di Neo Quimica Arena, Sao Paulo Brazil, Senin (6/9/2021), dihentikan otoritas kesehatan Brasil-ANVISA. Karena adanya dugaan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19. Anvisa menduga empat pemain Argentina melanggar aturan keharusan karantina 14 hari bagi pendatang dari Inggris. Keempat pemain tersebut Buendia dan Martinez bermain untuk Aston Villa, sedangkan Lo Celso dan Romero bermain Bersama Tottenham Hotspur.

Baca Juga:Petahana Unjuk Prestasi Jelang Pilkades Desa GempolNetralitas Panitia Pilkades Diuji

Hampir semua orang di kolong langit ini pasti tahu siapa Lionel Messi. La Pulga – “Si Kutu” julukan untuk Messi, dibuat tak berdaya. Padahal Messi adalah pemilik empat penghargaan Ballon d’Or, diantaranya diraih secara berturut-turut, yakni pada 2009-2012, dan seabrek rekor fantastis tersebut,

Biasanya orang yang memiliki nama besar, memiliki privilege (hak istimewa) dan orang segan untuk “mengganggu” nya. Namun tidak dengan Anvisa. Tak peduli nama besar Messi atau Neymar da Silva Santos Junior, yang juga bisa disejajarkan dengan Messi. Bagi masyarakat Brazil, olahraga -dimana 22 orang berlari kesana kemari, memperebutkan “si kulit bundar” untuk dimasukan ke gawang lawan, adalah “jalan hidup”. Tapi Anvisa memiliki otoritas dan kedaulatan untuk menghentikan pertandingan yang paling digemari umat manusia di muka bumi ini.

***

Tunda dulu Anvisa, kita set back ke belakang. 20 tahun yang lalu, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bapenas Kwiek Kian Gie, di depan Concultative Group in Indonesia (CGI,-negara-negara pemberi hutang kepada Indonesia), menyatakan ketakberdayaannya dan sekaligus keberaniannya mengkritik CGI.  Berikut kutipan awal pidatonya Kwiek Kian Gie:

“Ketika saya menerima tugas untuk mempersiapkan pidato dengan judul “Penggunaan Bantuan Asing secara Efektif/effective use of foreign aid” segera saja saya dihadapkan pada dilema. Di satu pihak adalah kewajiban saya sebagai pejabat pemerintah untuk memaparkan kepada Anda kebijakan dan kemajuannya dalam menggunakan bantuan asing secara efektif. Di lain pihak saya sangat malu dihadapkan pada suatu tugas untuk membenarkan pengemisan untuk memperoleh utang untuk bangsa kami. Perasaan ini lebih diperparah dengan kenyataan bahwa jumlah utang luar negeri kita sudah melampaui semua batas-batas kesinambungan dan kepatutan. Faktor lain adalah bahwa saya tidak dapat menjamin bahwa hutang yang Anda berikan tidak akan dikorup lagi seperti yang selalu telah terjadi di masa lampau. Namun saya memutuskan hadir di hadapan Anda sekalian, karena saya tahu bahwa tanpa (pinjaman) baru dari negara-negara sahabat dan kreditor Indonesia, rakyat kita akan lebih menderita lagi”.

0 Komentar