Gerebek Sahur atau Gerobak Sahur?

0 Komentar

Oleh:Ghaisani Fildzah Amajida
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UPI, Bandung

(Kesantunan Berbahasa Pemuda Subang dalam Pelestarian Tradisi)

Ramadan memang bulan istimewa. Ada banyak tradisi unik yang hanya bisa ditemui pada Ramadan. Tradisi khas Ramadan itu diantaranya ngabuburit, mudik, beli baju lebaran, berbagi makanan buka, sahur on the road, juga gerebek sahur. Ikut serta dalam tradisi-tradisi khas Ramadan, bukan hanya akan mendapatkan pengalaman religi, tapi juga pengalaman menyenangkan dan tak terlupakan.
Gerebek sahur, menjadi salah satu tradisi seru. Gerebek sahur merupakan kegiatan membangunkan warga untuk melaksanakan sahur. Anak-anak dan pemuda biasanya antusias melaksanakan gerebek sahur. Dini hari menjelang subuh, mereka berbondong-bondong berkeliling kampung sambil menabuh bedug dan bunyi-bunyian lain dari alat seadanya.

Ada yang unik pada gerebek sahur di Desa Sukajadi, Kab. Subang. Keunikan terletak pada seruan sahurnya yang tak biasa. Jika biasanya, para pemuda hanya berseru, “sahur sahur, sahur sahur”. Mereka membangunkan warga dengan seruan, “sahur sahur sahur subuh, mumpung masih ada waktu. Sahur sahur sahur subuh, mumpung masih ada waktu. Bapak Iyos, anu bageur, dikopian, dikuehan [Bapak Iyos (menyebut nama warga), yang baik, pake kopi, pake kue]. Heuy! Sahur sahur sahur subuh, mumpung masih ada waktu. Sahur sahur sahur subuh, mumpung masih ada waktu”.

Baca Juga:Sekcam BBC Serahkan Bantuan kepada 35 Anak Yatim PiatuAqua Bagikan 1.000 Paket Sembako

Mereka berseru sambil bernyanyi sepanjang desa diiringi tabuhan bedug dan alat musik pukul seadanya. Seruan itu terus diulang, yang diganti hanya nama warga yang dituju. Setiap subuh, nama warga yang disebut selalu berganti. Nama warga yang sama akan disebut esok atau 2-3 subuh berikutnya.
Sekilas, wacana seruan sahur tersebut terlihat biasa. Diksi-diksi yang dipilih pun diksi sederhana. Namun jika dikupas, ada “keistimewaan” dalam wacana seruan sahur tersebut. Ada makna terselubung di dibalik seruan tersebut.

Pisau pengupas yang akan digunakan yakni pragmatik. Pragmatik mempelajari penggunaan bahasa dalam komunikasi manusia yang ditentukan oleh kondisi masyarakat (Mey, 2001, hlm. 6). Pragmatik adalah studi tentang makna pembicara; studi tentang makna kontekstual; studi tentang bagaimana lebih banyak dikomunikasikan daripada yang dikatakan (Yule, 1996, hlm. 3). Maka dapat diambil garis lurus bahwa pragmatik adalah ilmu tentang wacana (komunikasi), konteks wacana, dan makna mendalam dibalik wacana. Oleh karena itu, pragmatik dapat dijadikan pisau tajam untuk mengupas makna seruan sahur terkait.

0 Komentar