Inovasi dan Diversifikasi Untuk Meningkatkan Produksi Pangan

Inovasi dan Diversifikasi Untuk Meningkatkan Produksi Pangan
0 Komentar

Oleh : Ridho Budiman Utama

Anggota Komisi II DPRD Jawa Barat

Besarnya jumlah penduduk di tanah air menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi oleh pemerintahan saat ini maupun pemerintahan yang akan datang. Pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi pangan mengakibatkan negeri berpenduduk lebih dari 280 juta jiwa ini dikhawatirkan akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan bagi warganya di masa yang akan datang. Alih – alih menjadi berperan menjadi negara yang berperan sebagai lumbung pangan dunia, kedaulatan (pangan) Indonesia justru tengah dipertaruhkan akibat ketidakmampuan pengambil kebijakan di negeri ini dalam mengelola bidang pangan secara (lebih) profesional.

Itulah yang dapat penulis simpulkan saat membaca data terkait jumlah produksi padi serta ketersediaan lahan di Jawa Barat yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa waktu lalu. Di tengah pertumbuhan jumlah penduduk Jawa Barat yang begitu tinggi, luas sawah yang tersedia justru kian menyempit dan berdampak pada menurunnya jumlah produksi padi. Pada tahun 2008 yang lalu, luas lahan yang dapat dipanen mencapai 1.803.628 hektar dengan jumlah produksi sebesar 10.111.064 ton. Namun, 10 tahun berlalu atau pada tahun 2018 yang lalu luas lahan yang menghasilkan padi hanya seluas 1.691.725 hektar dengan kapasitas produksi sebesar 9.539.330 ton. Pesona Jawa Barat sebagai salah satu lumbung padi nasional pun dikhawatirkan kian memudar seiring menurunnya jumlah produksi pangan yang dihasilkan.

Jika kita teliti lebih jauh, penurunan jumlah produksi pangan yang terjadi di Jawa Barat dan juga di daerah – daerah lainnya pada dasarnya disebabkan oleh alih fungsi lahan yang semakin tidak terkendali. Proyek – proyek strategis yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun swasta tentunya memerlukan lahan yang tidak sedikit. Ironisnya, lahan yang digunakan tak jarang merupakan lahan – lahan subur dan produktif yang selama ini berperan sebagai penghasil pangan. Dalam pelaksanaannya, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang seharusnya dijadikan rambu – rambu dalam pelaksanaan pembangunan pun  kerap kali diabaikan begitu saja. Kondisi ini diperparah dengan sikap sebagian pemilik lahan yang tergiur dengan harga jual lahan yang sangat tinggi tanpa memikirkan  lebih jauh masa depan anak cucu mereka. Para pemilik lahan tersebut tak perlu berpikir panjang manakala terjadi kecocokan harga antara kedua belah pihak.

0 Komentar