Kebijakan Bansos Setengah Hati

Kebijakan Bansos Setengah Hati
0 Komentar

Oleh: Amallia Fitriani

Wabah Covid-19 di Indonesia tampaknya belum memberikan sinyal membaik terlihat dari semakin meningkatnya jumlah pasien positif setiap harinya. Wabah ini juga membuat kegelisahan di tengah masyarakat karena dampaknya berimbas pula pada sektor perekonomian di tengah masyarakat. PHK massal tak terelakkan, angka pengangguran semakin meluas, dan tingkat kemiskinan semakin tinggi.

Dalam mengantisipasi hal itu, pemerintah membuat program Jaring Pengaman Sosial dengan tujuan mengurangi dampak Covid-19 terhadap kehidupan ekonomi masyarakat.
Pemerintah menjamin perekonomian masyarakat yang terdampak dengan menggencarkan bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan, Penerima Bantuan Iuran, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Sembako, Kartu Pra-Kerja, hingga Dana Desa, (kompas.com, 22/05/2020).

Pada faktanya realisasi bantuan sosial tak semanis yang dijanjikan, bantuan sosial dirasakan masyarakat begitu penuh polemik, mulai dari sengkarut data penerima bansos, distribusi yang tidak tepat sasaran, hingga bansos berupa beras bulog yang tidak layak konsumsi.

Baca Juga:Paska Lebaran, Jalur Selatan Lenggang, Pengawasan di Cek Poin Tetap BerlanjutParadoks Memaknai Realita, Menandai Psikolinguistik Publik

Seperti dilansir Radar Karawang, pemerintah desa yang berada di wilayah Kecamatan Purwasari kebingungan saat hendak memasak beras yang didapat dari pemerintah kabupaten untuk penanganan Covid-19. Pasalnya, selain berwarna kekuningan, beras tersebut mengeluarkan bau yang dinilai tidak layak konsumsi.

Kades Mekarjaya Euis Suyeti mengatakan, pendistribusian beras yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Karawang pada program penanganan Covid-19 cukup menjadi perhatian. “Awalnya saya mengira emang bagus karena dilihat di luar bagus, tapi pas saya buka baru kelihatan yang sebenarnya berwarna kuning gitu, seperti bekas terkena air,” (Radarkarawang.id, 15/05/2020).

Hal yang serupa dialami di beberapa daerah yang lain, seperti yang terjadi di daerah Kabupaten Purwakarta, dilansir pasundanekspres.co, sebanyak 1 ton sampel beras dari Bulog yang diperuntukan bagi 10.000 KK di 6 Kecamatan yang terdampak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dikembalikan. Pasalnya kualitas beras tersebut dianggap tidak layak konsumsi.

“Sample beras tersebut sudah kita kembalikan ke Bulog, sebanyak 1 ton untuk ditukar ke beras dengan kualitas medium. Jadi kami tegaskan, beras yang berada di kantor Dinsos tersebut bukan beras oplosan, itu hanya beras sample. Sudah kita kembalikan agar ditukar,” kata Sekda Purwakarta, Iyus Permana, di ruang kerjanya, belum lama ini (15/5).

0 Komentar