Memutus Rantai Kemiskinan Massal

Memutus Rantai Kemiskinan Massal
0 Komentar

Oleh: Nisa Agustina

(Pegiat Literasi)

Di awal tahun, negeri ini masih terjerat berbagai krisis multidimensi. Salah satu persoalan yang terus membelit dan tak kunjung usai adalah kemiskinan, kesenjangan ekonomi dan ketertinggalan yang masih banyak diderita oleh anak negeri ini. Terlebih dengan adanya pandemi Corona, indeks kemiskinan pun diperkirakan semakin meningkat.

Bank Dunia mengingatkan bahwa sekitar 8,5 juta masyarakat Indonesia bisa jatuh miskin akibat krisis Covid-19. Oleh karena itu, mereka memberi solusi bahwa program perlindungan sosial dari pemerintah merupakan kunci untuk menyelamatkan perekonomian masyarakat dari krisis Covid-19. (Kontan.co.id, 20/12/2020)

Pemerintah sendiri mengklaim bahwa hingga awal Desember 2020 atau tepatnya 8 Desember 2020, program perlindungan sosial secara keseluruhan telah terealisasi sebesar Rp 213,31 triliun. Berarti, ini sudah mencapai 92,5% dari total yang dianggarkan oleh pemerintah sebesar RP 230,70 triliun.

Baca Juga:Diam, Lebih BaikPendidikan Karakter Selama Belajar dari Rumah, Sulitkah?

Sayangnya, dalam eksekusinya, perlindungan sosial yang diberikan oleh pemerintah masih lambat dan bahkan tidak menyentuh kelompok yang seharusnya mendapatkan, terutama mereka yang terdampak dari sektor informal.

Setelah kehilangan mata pencaharian akibat gelombang PHK, ditambah tidak terjangkau oleh program bantuan sosial mengakibatkan naiknya tantangan bagi rumah tangga untuk mendapatkan makanan, terutama bagi kaum miskin yang mengalokasikan sebagian besar pengeluaran mereka untuk makanan. Walhasil, program pengentasan kemiskinan yang digagas pemerintah tidak pernah berhasil malah memperpanjang kemiskinan massal.

Masalahnya, kemiskinan ini tidak hanya terjadi di negara berkembang saja namun juga di negara-negara maju. Saat ini kemiskinan yang menimpa umat manusia lebih merupakan kemiskinan struktural atau sistemik, yakni kemiskinan yang diciptakan oleh sistem yang diberlakukan oleh negara dan penguasa. Itulah sistem demokrasi kapitalis.

Sistem inilah yang telah membuat kekayaan milik rakyat dikuasai dan dinikmati oleh segelintir orang. Di negeri Indonesia sendiri, telah lama terjadi privatisasi sektor publik seperti jalan tol, air, pertambangan gas, minyak bumi dan mineral. Akibatnya, jutaan rakyat terhalang untuk menikmati hak mereka atas sumber-sumber kekayaan tersebut yang sejatinya adalah milik rakyat. Akibatnya, menurut laporan tahunan Global Wealth Report 2016, Indonesia menempati negara keempat dengan kesenjangan sosial tertinggi di dunia. Diperkirakan satu persen orang kaya di Tanah Air menguasai 49 persen total kekayaan nasional.

0 Komentar