Mengatasi Stunting dalam Sistem Demokrasi, Ibarat Mimpi Kosong

Mengatasi Stunting dalam Sistem Demokrasi, Ibarat Mimpi Kosong
0 Komentar

Oleh : Ine Wulansari
Pendidik Generasi

Masa pandemi Covid-19 merupakan waktu terberat yang dirasakan seluruh masyarakat dunia, begitu juga dengan rakyat Indonesia. Keterpurukan ekonomi membuat rakyat banyak mengalami penderitaan, kebutuhan dasar yang sangat diperlukan tak tercukupi dengan baik, bahkan banyak yang merasakan imbasnya akibat pandemi yang tak tertangani dengan baik.

Akibat krisis ekonomi, banyak rakyat berada di pusaran kelaparan dan tak sedikit pula anak-anak mengalami gizi buruk alias stunting. Tentu saja akan banyak dampak buruk bagi anak yang mengalaminya, di antaranya menyebabkan terganggunya perkembangan otak, metabolisme tubuh menurun, dan pertumbuhan fisik yang tidak normal. Seperti yang dinyatakan Anggota Komisi IX DPR RI Intan Fauzi, jika stunting dibiarkan maka akan mengancam produktivitas sumber daya manusia di Indonesia. Sebab, akan mudah diserang berbagai penyakit dan mempengaruhi pada kemampuan berpikir. Pada akhirnya akan memberi dampak negatif pada daya saing bangsa. (JawaPos.com, 23 Juni 2020)

Penyelesaian masalah stunting menjadi masalah nasional yang sampai saat ini belum tersolusikan. Indonesia dinyatakan berada di urutan keempat dunia dan kedua Asia Tenggara dalam hal balita stunting. Pemerintah diingatkan untuk melakukan perbaikan pembangunan keluarga agar persoalan ini dapat teratasi. (merdeka.com, 21/12/2020)

Baca Juga:Aktivitas Belajar Mahasiswa di Kampus Merdeka di Tengah Pandemi Selama Pembelajaran DaringAntara Harapan dan Kenyataan

Sungguh miris, bagaimana mungkin akan terbangun generasi unggul jika kasus stunting belum terurai hingga saat ini. Seperti yang disampaikan Netty Prasetiyani Aher selaku Anggota Komisi IX DPR RI mengatakan, pemerintah harus mengevaluasi pembangunan keluarga. Karena keluarga sebagai akar perkara yang harus diatasi, agar mampu mencetak generasi unggul tanpa takut dihantui stunting. Hasil survei dengan status balita gizi buruk di Indonesia pada tahun 2019 menunjukkan angka stunting sebesar 27,26 persen, artinya angka tersebut lebih tinggi dari toleransi yang ditetapkan WHO (World Health Organization). (Kompas.com, 19/11/2020)

Dengan jumlah stunting yang sangat besar, ini menjadi peringatan keras kepada pemerintah Indonesia agar memberikan keleluasaan pada BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) untuk menjadi pemimpin pusat dalam pengentasan masalah gizi buruk. Agar masalah ini dapat terurai dan gizi buruk dapat dicegah sejak dini. Bukan hanya itu, negara pun harus memberikan jaminan dan perlindungan agar keluarga Indonesia dapat tumbuh kembang secara optimal, termasuk di dalamnya kemudahan akses pelayanan kesehatan dan asupan gizi yang baik. Sehingga akan mampu mewujudkan ketahanan keluarga yang sehat.

0 Komentar