Menguapnya Politik Kewarganegaraan

0 Komentar

Oleh : Finsensius Yuli Purnama

Mahasiwa Doktor Media & Cultural Studies UGM

Sanggahan Mohammad Hatta atas konsep negara integralistik yang dikemukakan Prof. Soepomo dalam pidatonya selama rapat BPUPKI (31 Mei 1945) tidak lain bermuara pada pentingnya penegakkan prinsip kewarganegaraan yang mendasari format dan struktur politik Indonesia pascakolonial.

Gagasan negara integralistik yang bersifat vertikal dan totaliter telah menafikan jaminan hak individu dan realitas pluralitas yang merupakan ciri masyarakat Indonesia. Dengan sendirinya, konsep tersebut berlawanan dengan sistem politik demokratis yang mendambakan penguatan civil society yang mandiri sebagai basis.

Dialektika mengenani diskursus politik kewarganegaraan seolah menguap dan jarang menjadi diskusi serius dalam berbagai wacana para aktor politik. Dua masalah muncul dalam kondisi politik saat ini: kewarganegaraan yang hanya dipahami dengan perspektif legalistik semata, dan semakin menguatnya politik identitas (identity politics) yang menggerus politik kewarganegaraan (citizenship politics) di bagian dasar. Mendesak kiranya penguatan politik kewarganegaraan yang berorientasi ada hak-hak dasar: hak sipil, hak politik, dan hak sosial budaya.

Blunder

Baca Juga:Bawaslu Optimis Pemilu Aman dan LancarLomba Aeromodelling Meriahkan Bulan Dirgantara

Gagasan politik kewarganegaraan dapat dirunut dari sistem politik Yunani Kuno. Konsep tersebut juga menjadi salah satu ide besar sejak abad pencerahan dengan konsep negara-bangsa (nation-state). Lebih luas lagi, wacana kewarganegaraan mengacu pada model atau sistem politik dan pemerintahan, nilai-nilai, visi keutamaan publik, dan hubungan antar sesama anggota masyarakat.

Blunder yang terjadi saat ini adalah politik kewarganegaraan dipahami dalam perspektif legalistik semata. Gagasannya muncul hanya sebagai sebuah undang-undang yang menjamin hak dasar. Sebagai sebuah praktik, penegakkannya seringkali mlempem. Pada tataran lain, politik kewarganegaraan sekedar menjadi konsep normatif sebagai gagasan ideal yang ingin dicapai.

Represi dalam tingkat massive selama masa Orde Baru telah mengikis politik kewarganegaraan dan menghilangnya wacana warga negara dalam sistem politik Indonesia. Musi gugur politik kewarganegaraan digantikan dengan musim semi politik identitas sebagai landasan politk yang semakin subur. Penghargaan atas hak-hak dasar digantikan dengan penggunaan identitas primordial sebagai ‘rasionalitas baru’. Politisasi identitas etnik, agama, dan ras adalah ‘keberhasilan’ Orde Baru yang gagal mencari identitas politik bersama.

0 Komentar