Panen Garam Tak Laku di Karawang, Ada Apakah?

Panen Garam Tak Laku di Karawang, Ada Apakah?
0 Komentar

Oleh. Reni Tresnawati
(Aktivis Muslimah Karawang)

Beberapa waktu lalu, petani garam di Karawang mengeluhkan harga jual garam yang turun drastis. Tak hanya turun, bahkan stok garam yang siap di panen pun sudah tak laku di pasaran. Ketua Koperasi Segarajaya Kabupaten Karawang, Aep Supardi mengatakan, harga jual garam terus merosot saat panen pada musim kemarau ini. Bahkan saat ini sudah tidak ada lagi yang membeli garam hasil petani.

Akhirnya banyak tambak garam yang sudah ditinggalkan pemiliknya atau menghentikan produksi garam. Karena produksinya sudah tidak seimbang dengan penjualannya. Para petani menjual produksi garam sebesar Rp200 per kilogram. Harga yang semurah itu pun, masih tidak laku di pasaran. Republika ( 29/11/19).

Musim garam setahun empat bulan, Juli samapai Oktober. Pada saat panen raya, harga garam anjlok, itu terjadi setiap tahun, karena produksinya banyak, rata-rata semusim per hektar dapat 80 ton. Para petani garam pun harus putar otak, agar panen garamnya tetap bisa laku di pasaran.

Baca Juga:Muhammadiyah Gelar Salat GerhanaSistem Islam: Jaminan Kesejahteraan Guru

Mereka sampai meminta pemerintah, untuk memberikan solusi agar mereka tak terus tertekan dengan harga yang murah. Sehingga kesejahteraan petani bisa meningkat. Petani ingin kedepannya supaya pemerintah menghentikan import, agar penghasilan garam di Indonesia laku di pasaran. Dengan demikian, maka akan mensejahterakan rakyatnya. Itu harapan para petani garam kepada pemerintah.

Namun, pemerintah sepertinya tidak mendengar aspirasi rakyatnya. Pemerintah masih mengimport garam dari luar negeri. Dengan alasan memenuhi industri. Mereka berdalih petani tak bisa memenuhi permintaan industri. Seharusnya kebijakan pemerintah bukan kepada import garamnya. Akan tetapi bagaimana mengatur agar petani bisa juga memasok industri keluar negeri. Namun, pemerintah tidak mungkin memikirkan keluh kesah para petani dan tidak mungkin juga bisa terealisasi apa yang petani garam sampaikan tentang aspirasinya, jika sistem ekonominya masih neolib.

Ironis memang, Indonesia yang terkenal dengan kekayaan alam dan rempah-rempahnya, sampai tidak bisa mengelola hasil alamnya. Karena pengelolaannya diserahkan ke perorangan dan swasta serta asing. Padahal, jika pemerintah bisa mengelola sendiri dengan baik dan benar, sebetulnya Indonesia tidak harus mengimport barang apapun dari luar negeri. Misal, import garam. Karena garam di Indonesia cukup besar dengan banyaknya lautan di sepanjang kepulauan Indonesia. Jika dikelola dengan sungguh-sungguh, maka Indonesia akan menjadi negara penghasil garam terbesar di dunia. Dan rakyat pun, terutama para petani garam akan mendapatkan penghasilan yang lumayan besar dari hasil garam yang digarapnya. Itulah hidup dalam sistem kapitalis.

0 Komentar