Pendangkalan Akidah Generasi Melalui Moderasi

Pendangkalan Akidah Generasi Melalui Moderasi
0 Komentar

Oleh: Lela Nurlela S.Pd.I

Awal bulan Februari lalu ada berita tentang kebijakan yang dibuat oleh menteri Pendidikan Nadim Makarim. Atas nama moderasi, kebijakan yang dibuat adalah membuka peluang guru non muslim ( beragama kristen) mengajar di sekolah Islam/Madrasah. Ini berawal dari kisah viral seorang guru non muslim mengajar di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Tana Toraja Sulawesi Selatan. Guru mata pelajaran Geografi bernama Eti Kurniawati itu adalah CPNS (calon pegawai negeri sipil) dari Kementrian Agama.
(kompas.tv, 01/02/2021)

Menurut Guru dan Tenaga Kepedidikan (GTK) Madrasah Kementrian Agama Muhammad Zain, beliau menyatakan bahwa tidak apa-apa guru non muslim ngajar di sekolah madrasah/sekolah Islam, asal mereka tidak mengajar mata pelajaran yang berkaitan denga agam Islam (Akidah Akhlak, Quran-Hadits, Filih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab).

Hal yang sama juga disampaikan oleh ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad, menurut beliau tidak masalah guru non muslim ngajar di Madrasah selama memenuhi tiga unsur: pertama tempat, kedua kedaruratan, ketiga tidak mengajar pelajaran agama Islam. (muhammadiyah.or.id 03/02/2021)

Baca Juga:Produktivitas Lahan Kosong Dongkrak Ekonomi RakyatDiskriminasi Jilbab Termasuk Islamofobia

Menurut Dadang, jika suatu daerah itu dengan penganut Islam mayoritas. Maka pengangkatan tersebut hendaknya dipertimbangkan lagi. Kecuali di daerah minoritas muslim yang gurunya terbatas, ga apa-apa guru non muslim mengajar di sekolah Islam.

Ulasan di atas menunjukan bahwa peraturan tersebut memberikan peluang luas berinteraksinya murid muslim dengan guru non muslim yang ironisnya dalam hal ini terjadi di sekolah Islam.

Pada akhirnya mau tidak mau kondisi ini sangat mengarah pada adanya moderasi antara muslim dan non muslim. Pasalnya guru adalah sosok yang “digugu”(diikuti) dan ditiru. Jadi, sedikit banyak pasti pola pikir dan pola sikap guru ada yang ditularkan kepada murid, mengingat intensifnya interaksi mereka selama proses belajar-mengajar.

Bayangkan jika hal ini terjadi antara seorang guru non muslim dengan murid muslim di sekolah Islam (Madrasah). Tidakkah penjagaan akidah seorang muslim itu terusik melalui pola pikir dan pola sikap sang guru yang tentu saja dari luar Islam?

0 Komentar