Pendidikan Pengurangan Resiko Bencana di Sekolah

Pendidikan Pengurangan Resiko Bencana di Sekolah
0 Komentar

oleh:

1.Sovia Isniyati
(Guru SMAN 1 Kretek Bantul, Yogyakarta)

2.Drs.H.Priyono,M.Si ( Dosen Fakultas Geografi UMS )

Telah menjadi langganan rutin, Indonesia dilanda berbagai bencana baik skala besar maupun skala kecil, baik bencana alam maupun bencana sosial. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mendokumentasikan berbagai jenis bencana alam yang melanda Indonesia, yaitu puting beliung, banjir, tanah longsor, gelombang pasang/abrasi, gempa bumi kebakaran hutan, kekeringan, dan letusan gunung api, dan kini telah setahun lebih ditambah pandemi covid-19 yang merusak tatanan kehidupan di segala aspek kehidupan . Berbagai bencana kembali berulang dan menjadi suatu pemberitaan di media cetak maupun elektronik dan karena seringnya kita membaca dan mendengar berita tersebut maka menjadikan berita tersebut seolah-olah suatu hal yang biasa , tanpa ada dampaknya, padahal sebenarnya telah banyak korban baik jiwa maupun harta benda. Tidak sedikit anak-anak yang terampas haknya untuk dapat melanjutkan sekolah karena adanya bencana tersebut.
Melihat potensi bencana alam tersebut di atas maka pada tahun 2006 Pemerintah Indonesia melalui Bappenas dan Bakornas PB telah memprogramkan Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana, sebuah respon dari kelanjutan hasil Konfrensi Sedunia tentang Pengurangan Risiko Bencana (World Conference on Disaster Reduction) yang diselenggarakan pada tanggal 18 – 22 Januari 2005 di Kobe, Hyogo, Jepang yang sering disebut dengan istilah Kerangka Aksi Hyogo. Terkait dengan aksi tersebut itu Pemerintah beserta DPR RI telah menerbitkan Peraturan Perundangan yaitu Undang-Undang Republik Indonesia No 24 Th 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Kita tidak pernah tahu secara pasti kapan bencana itu akan terjadi, bencana itu dapat mengenai siapa saja , dapat terjadi di daerah tempat tinggal kita, sekolah atau lingkungan tempat bekerja. Bencana ada yang bisa diperkirakan kejadiannya tapi ada juga yang sulit diprediksi sehingga perlu mempersiapkan diri bila bencana bisa diprediksi seperti banjir, kekeringan dst tapi gempa bumi sulit diperkirakan. Rendahnya pemahaman tentang bencana alam yang terjadi di suatu wilayah bisa menyebabkan tingkat kepanikan saat terjadi bencana, ketidak mampuan menyelamatkan diri menjadi penyebab utama jatuhnya korban jiwa. Belajar dari terjadinya tsunami Di Aceh tahun 2004, Tsunami Pangandaran 2006 hingga tsunami di Mentawai dan erupsi gunung Merapi tahun 2010, pada saat terjadi bencana untuk dapat menyelamatkan diri masih bergantung pada pihak luar, padahal masyarakat termasuk sekolah memiliki kemampuan mandiri untuk dapat menyelamatkan diri tanpa menunggu bantuan pihak luar. Kepanikan dapat diredam dengan pengetahuan yang baik dan melakukan latihan penyelamatan diri secara rutin karena kita sadar bahwa kita berada di daerah bencana yang bisa datang kapan saja.

0 Komentar