Masyarakat Diminta Waspada Fintech dan Investasi Bodong

EDUKASI: Prof. Ilya Avianti saat menjelaskan Investasi Bodong dalam Chanel YouTobe miliknya yang berjudul; ‘Masyarakat Harus Waspada, Fintech Bodong Masih Merajalela’. JABAR EKSPRES
EDUKASI: Prof. Ilya Avianti saat menjelaskan Investasi Bodong dalam Chanel YouTobe miliknya yang berjudul; ‘Masyarakat Harus Waspada, Fintech Bodong Masih Merajalela’. JABAR EKSPRES
0 Komentar

BANDUNG-Mantan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Prof. Ilya Avianti mengatakan, minimnya literasi keuangan di masyarakat menjadi faktor penyebab maraknya Financial Technology (fintech) dan investasi bodong di Indonesia.

Disebutkan Prof. Ilya, berdasarkan data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2019, menunjukkan Indeks Literasi Keuangan sebesar 38,03% dan Indeks Inklusi Keuangan sebesar 76,19%.

Hal ini menunjukkan masyarakat Indonesia secara umum belum memahami dengan baik karakteristik berbagai produk dan layanan jasa keuangan yang ditawarkan oleh Lembaga Jasa Keuangan Formal.

Baca Juga:Hasil Operasi Jaran Lodaya 2022, Motor Hasil Curian Pelaku Dikembalikan ke Rumah KorbanPemdes Mundusari Bersihkan Saluran Irigasi Lewat Program PKT

“Maraknya fintech bodong muncul karena masih minimnya literasi keuangan masyarakat Indonesia,” ucap Prof. Ilya kepada Jabar Ekspres, di Bandung, Sabtu (05/03).

Bukan saja literasi keuangan, kata dia, menjamurnya perilaku instan pun menjadi penyebabnya. Ingin mendapatkan keuntungan besar dalam waktu singkat tanpa kerja keras.

“Penyebab lainnya adalah perilaku instan. Dimana masih banyak diantara masyarakat Indonesia yang selalu ingin cepat kaya secara cepat. Ini juga menjadi stimulus penyebab maraknya investasi bodong,” kata Prof. Ilya.

Senior Advisor di RSM Indonesia itu menjelaskan, fintech telah menunjukkan adanya perubahan perilaku atau gaya hidup manusia masa kini. Terlebih di masa pandemi Covid-19, mempercepat proses percepatan transformasi digital di Indonesia.

Berdasarkan data Satgas Waspada Investasi (SWI) di tahun 2019 fintech ilegal mencapai 442 entitas, sementara di paruh pertama 2020 sebanyak 694 entitas. Per Juli 2020 tercatat 163 entitas investasi ilegal, 25 entitas ilegal dan 694 fintech illegal.

“Data sudah banyak menunjukkan Indonesia menjadi salah satu negara paling ekspansif dalam memanfaatkan dunia digital,” jelas dia.

Menurutnya, fenomena ini yang membuat tumbuhnya fintech di Indonesia. Seperti halnya dua mata uang, kata dia, setiap ada peluang baik maka selalu saja ada kesempatan orang untuk berbuat jahat.

Baca Juga:Mira Ungkap Berkah Kuliah di STAI Al-MuhajirinDeveloper Diminta Tak Menunda Pembayaran BPHTB

“Ini sangat manusia. Disinilah harusnya masyarakat lebih berhati-hati ketika memasuki aktivitas digital. Jangan cepat tergiur oleh bujuk rayu yang menjanjikan untuk besar dan cepat,” cetusnya.

Lebih lanjut, ia menyebutkan, dari tahun ke tahun, peningkatan fintech terus berkembang pesat. Jenisnya bermacam-macam. ada Microfinance, P2P Lending, Crowdfunding, Market Comparism dan Digital Payment.

0 Komentar