LP3ES

LP3ES
0 Komentar

Setahun di koran itu saya mendengar ada pengumuman: LP3ES menyelenggarakan pendidikan wartawan muda –khusus dari daerah-daerah. Tujuannya: untuk mendorong demokratisasi di daerah-daerah –lewat pers yang maju.

Peminatnya banyak sekali. Lebih 1.000 orang. Tapi hanya 10 orang yang akan diterima. Seleksi pun diadakan di seluruh Indonesia.

Salah seorang pimpinan LP3ES datang ke Samarinda. Saya masih ingat namanya: Arselan Harahap. Kalau tidak ada ‘Harahap’ di belakang nama itu saya kira ia orang Jogja. Sopannya luar biasa. Halusnya sangat lembut. Mirip kehalusan pembawaan politisi Akbar Tanjung.

Saya lolos seleksi.

Baca Juga:Kemenag: Tidak Ada Salat Iedul Fitri di Alun-alun SubangMahasiswa Sebagai Agen of Change untuk Menangani Pandemi Covid 19

Saya harus ke Jakarta. Selama 3 bulan. Senangnya bukan main. Bisa melihat Jakarta.

Kami –dari Medan, Padang, Palembang, Bandung, Surabaya, Bali, Makassar, Banjarmasin, Mataram dan Samarinda– diasramakan di Wisma Seni, Taman Ismail Marzuki.

Malam hari kami dididik teori jurnalistik. Tempatnya di kantor LP3ES –saat itu di Jalan Jambu, Jakarta. Dari TIM kami berjalan kaki ke tempat pendidikan itu.

Pengajar jurnalistiknya Amir Daud –wartawan senior saat itu. Kami diawasi dari malam ke malam. Sesekali pimpinan tertinggi LP3ES meninjau kami: Nono Anwar Makarim (ayahanda Mendikbud sekarang) dan wakilnya, Ismet Hadad.

Siang hari kami disebar ke tempat praktik: dititipkan di koran-koran nasional. Siapa-magang-di-mana ditentukan lewat undian.

Sebelum undian saya berdoa keras: semoga dapat tempat magang di harian Kompas. Itulah koran paling bergengsi saat itu. Koran terbesar di Indonesia.

Kalaupun meleset, semoga di majalah TEMPO.

Ada doa tambahan: semoga jangan mendapat undian di harian PosKota. Yang terkenal sebagai spesialisasi berita kriminal.

Baca Juga:Polemik Bansos di Tengah PandemiMUI KBB Perbolehkan Salat Idul Fitri Berjamaah tapi Dibatasi 50 Orang

Kompas dan TEMPO adalah bacaan saya setiap hari di Samarinda. Tiap habis maghrib saya ke agen koran: tidak sabar mendapat koran keesokan harinya.

Saya begitu mengidolakan wartawan-wartawan Kompas seperti Emmanuel Subangun dan Parakitri Simbolon. Saya hafal semua nama redaktur TEMPO dan wartawannya.

Nama seperti Salim Said, Syu’bah Asa, Putu Wijaya, George Yunus Adicondro hafal lengkap dengan foto wajah mereka. Apalagi unsur pimpinannya: saya dewakan.

Dan saya mendapat undian di Majalah TEMPO –alhamdulillah. Kantornya masih di Jalan Senin Raya 83. Di lantai atas sebuah toko.

0 Komentar