PASUNDAN EKSPRES – Masalah royalti atas penggunaan lagu di ruang publik kini menjadi sorotan, terutama di tengah perdebatan yang berkembang di kalangan pelaku usaha seperti pemilik kafe dan restoran.
Banyak dari mereka mempertanyakan apakah kewajiban pembayaran royalti juga berlaku untuk semua jenis lagu yang diputar di tempat usaha mereka, termasuk lagu-lagu nasional.
Salah satu pertanyaan besar yang muncul adalah apakah lagu kebangsaan Indonesia, Indonesia Raya, juga dikenakan royalti ketika diputar dalam ruang publik atau acara komersial?
Baca Juga:Cara Akses WhatsApp Web di HP, Bisa Pakai Android dan iPhone!Cara Login WhatsApp Web tanpa Barcode, Cukup Pakai Langkah ini!
Menyanyikan Lagu Indonesia Raya Dikenai Royalti, Ini Penjelasannya!
Dilansir dari Medcom.id, menurut Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Bidang Kolekting dan Lisensi, Yessi Kurniawan, menjelaskan bahwa lagu kebangsaan Indonesia, seperti Indonesia Raya dikenai kewajiban pembayaran royalti jika digunakan untuk kepentingan komersial.
Misalnya, lagu tersebut dimainkan dalam pertunjukan okestra atau simfoni yang berbayar atau digunakan dalam kegiatan yang bertujuan menghasilkan keuntungan, maka pengguna wajib membayar royalti melalui LMKN.
“Misalnya dinyanyikan di orkestra, simfoni, begitu ya, dia mainkan dengan itu (pertunjukan tersebut), itu semua membayar melalui LMKN,” ujar Yessi, seperti dikutip dari Medcom.id, Kamis (7/8).
Hal ini mungkin mengejutkan banyak pihak, terutama karena lagu Indonesia Raya merupakan lagu kebangsaan resmi negara Indonesia. Namun, secara hukum, lagu tersebut tetap termasuk dalam karya cipta yang memiliki pemegang hak cipta, yaitu ahli waris dari penciptanya, Wage Rudolf Soepratman.
Lagu Indonesia Raya diciptakan oleh Wage Rudolf Soepratman, yang wafat pada 17 Agustus 1938. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, lagu ini merupakan lagu resmi negara. Namun secara hak cipta, karena penciptanya telah meninggal, maka hak itu diwariskan.
Yessi Kurniawan menyebut bahwa ahli waris dari W.R. Soepratman telah memberikan kuasa pengelolaan hak cipta kepada lembaga manajemen kolektif, yaitu Yayasan Karya Cipta Indonesia. LMKN berperan sebagai pengumpul royalti dan kemudian menyalurkan dana tersebut kepada lembaga terkait, termasuk Yayasan Karya Cipta Indonesia.
Sementara itu, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa penggunaan karya cipta untuk kepentingan nasional oleh pemerintah memang tidak membutuhkan izin dari pemegang hak cipta. Namun, pemerintah tetap diwajibkan memberikan imbalan kepada pemegang hak tersebut.