Beda Derajat

Beda Derajat
0 Komentar

Pabrik tekstil milik Hongkong itu masih tetap maju. Sekarang ini. Lahannya sudah menjadi 7 hektare. Karyawannya sudah 7.000 orang.

Pabrik Mas Pri juga terus berkembang. Kini sudah memiliki hampir 2.000 mesin jahit.

Dua orang anaknya juga sudah bisa membantu bapak mereka: yang sulung di bidang IT, yang kedua memegang pabrik.

Baca Juga:Pencairan DAU Rp14 Miliar Ditunda KemenkeuBaznas Prediksi Banyak Mustahik Baru, Muzakki Diminta Bayar Zakat Lebih Awal

Dua anaknya itu lulusan Malaysia semua. ”Waktu kuliah mereka cari uang sendiri. Dengan cara menjadi guru mengaji Alquran di sana,” ujar Mas Pri.

Saya lihat tiga pabrik Mas Pri lagi berjalan di kapasitas penuh. 100 persen untuk urusan wabah Covid-19.

Saya pun diajak sampai ke belakang. ”Tuh, semua dihentikan dulu,” ujarnya sambil menunjuk tumpukan baju dan celana merk internasional.

Di pabrik ini tidak ada lonceng tanda istirihat. ”Loncengnya azan zuhur dan asar,” ujar Mas Pri.

Tepat sekali. Saat saya di salah satu pabriknya, azan zuhur berkumandang. Semua karyawan meninggalkan tempat kerja. Menuju gedung aula yang merangkap musala: salat berjamaah.

Saya sendiri akhirnya agak lama di pabrik itu. Gegara Aa Gym ternyata harus berdialog dengan saya lewat Zoom. Saat itu juga. Maka jadilah dialog itu dengan latar belakang produksi APD. Yang suara gemerisiknya kadang tercampur dengan suara Aa Gym. Saya pun merasa kurang sopan bersuara setengah teriak di depan ulama besar itu.

Ramainya pabrik tekstil di kala Covid ini membuat saya ingat Dunia Tekstil. Pabrik besar yang menghebohkan itu. Yang bermasalah itu. Dunia Tekstil tidak seperti sabar menunggu rejeki baru.

Baca Juga:Hotel Nalendra Plaza Buka Promo Pasar RamadanDiuji Pandemi, Apa Kabar Nasib Pencari Kerja di Indonesia ?

Rejeki selalu datang kapan saja. Kita saja yang kadang tidak lagi siap menerimanya.

0 Komentar