Catatan Harian Dahlan Iskan: Horeeee FIFA

Catatan Harian Dahlan Iskan: Horeeee FIFA (foto: Suporter Aremania yang pernah diberi kuota oleh Persebaya ketika masih berkandang di Stadion 10 November Tambaksari. via Disway.id)
Catatan Harian Dahlan Iskan: Horeeee FIFA (foto: Suporter Aremania yang pernah diberi kuota oleh Persebaya ketika masih berkandang di Stadion 10 November Tambaksari. via Disway.id)
0 Komentar

Sepanjang pengetahuan saya di Surabaya, pembeli karcis Persebaya harus mengisi nomor KTP. Identitas itu masuk ke barcode yang ada di gelang. Kemajuan teknologi bisa dipakai menghukum secara administrasi para peloncat pagar.

Polisi juga tidak perlu menahan mereka. Atau menginterogasi mereka. Mereka itu bukan penjahat. Mereka itu nakal. Ada yang sekadar kenakalan remaja –meski banyak orang dewasa ingin dimasukkan kategori remaja.

Polisi terlalu repot kalau harus mengurus anak-anak nakal itu. Kalau harus ditahan hanya akan menghabiskan jatah makanan. Kalau harus diinterogasi dan dibuatkan BAP, hanya ngabisin kertas. Dan menguras emosi polisi.

Baca Juga:Patriot Desa di Jawa Barat Lahirkan Penggerak Lokal RevolusionerFokus Penuhi Janji Politik, Hengki Kurniawan: Saya Tak Mengejar Status Bupati Definitif

Jadi kalau ada yang loncat pagar dilihat saja mau apa ia. Paling ia hanya lari-lari muter lapangan. Biar dilihat penonton. Mereka mau show: “Nih. Saya. Jagoan. Bisa masuk lapangan”! Lalu minta selfie dengan pemain. Selesai.

Setelah itu baru KTP diminta. Suruh ambil di kantor polisi. Datanya diserahkan ke klub. Agar dimasukkan daftar hitam pembelian karcis.

Kenakalan loncar pagar sih mudah ditangkap. Yang agak sulit mungkin menerapkan sanksi untuk ujaran kebencian. Terutama kebencian kepada wasit. Atau kebencian pada tim lawan atau suporter tamu.

Ini banyak terjadi di stadion-stadion legendaris: Surabaya, Malang, Bandung, Semarang, Jakarta, Makassar, Solo, Sleman.

Saya tidak melihat itu di Bali, Samarinda, Aceh atau Padang. Atau mungkin belum.

Di sana, dari kalangan suporter fanatik itu sering keluar kata-kata provokasi. Pun di Surabaya. Juga di Malang. Misalnya begini: “kalau kalah, gelut wae”.

Maksudnya: karena main bolanya kalah maka berkelahi saja.

Itu cerminan suporter yang malu karena timnya kalah. Maka ganti suporter saja yang berkelahi, pasti menang.

Baca Juga:Catatan Harian Dahlan Iskan: JohnAnglo BroCatatan Harian Dahlan Iskan: Loket Kanjuruhan

”Pasti menang” di situ karena menggunakan logika keroyokan. Jumlah suporter tuan rumah pasti lebih banyak. Maka teman-teman mereka akan menyambut antusias: iyo wis, gelut wae! Benar. Berkelahi saja.

Yang begitu biasanya juga datang dari kelompok remaja. Maka jangan terlalu juga diambil hati. Apalagi sampai menendang mereka.

Ada ujaran kebencian yang kelihatannya sulit dilakukan penangkapan. Yakni ketika wasit dianggap tidak adil pada tuan rumah. Dan itu terjadi tidak hanya satu kali.

0 Komentar