Hanoman Sikh

Hanoman Sikh
Masjid (kiri) dan Gurdwara (kanan)
0 Komentar

Saya jadi ingat masa kecil di desa. Yang praktek keagamaan kami juga  sangat santai tapi gegap gempita.

Kini saya tahu: praktek keagamaan masa kecil itu terasa ada mirip dengan Hindu di India. Ada mirip dengan Buddha di sini. Dan mirip dengan Sikh di Amritsar ini.

Begitu banyak lagu di masjid saya ketika itu.

Azan kami lagukan.

Setelah azan kami dendangkan pujian-pujian. Kadang sangat lama –menunggu masuknya Imam ke masjid –karena sang imam harus menghabiskan rokoknya dulu.

Selesai salat kami dendangkan tahlil.

Baca Juga:Pemkab Subang Siapkan 100 Hektare untuk TPARespon Positif Kemerdekaan Belajar

Setiap malam orang-orang dewasa melakukan terbangan –dengan nada yang mendayu-dayu. Dengan alat musik yang disebut terbang –gendang pipih yang lingkarannya besar sekali. Lebih besar dari orang duduk.

Penerbangnya –orang yang memukul terbang– kadang tertidur dengan kepala tersandar di terbang.

Kami juga sering melagukan berjanji. Yang kalau sampai tahap asrokal nadanya kian cepat –kian nge-beat.

Kalau ada orang mati, tujuh malam kami bertahlil dengan aneka nada. Saat mengucapkan asmaul husna nadanya beda dengan saat melafalkan ayat kursi.

Begitu gembiranya kami menjalankan agama saat itu.

Adakah itu karena Islam masuk ke Indonesia lewat pedagang dari Gujarat, India?

Di India, sekarang ini, saya mengikuti ritual berbagai agama dan aliran –oh ini yang kian hilang di Indonesia.

Laman:

1 2
0 Komentar