Mengenal Olahan Kacang Tanah Sangray Khas Manyeti, Produksi sejak 30 Tahun Lalu

Mengenal Olahan Kacang Tanah Sangray Khas Manyeti, Produksi sejak 30 Tahun Lalu
BERTAHAN: Titi menunjukkan kacang tanah sangray hasil produksinya. Sudah ia produksi sejak 30 tahun lalu bersama suaminya. INDRAWAN/PASUNDAN EKSPRES
0 Komentar

Cemilan kacang tanah memang banyak digemari oleh berbagai kalangan masyarakat. Dalam acara keluarga di hari raya atau hari-hari biasa, kacang tanah kerap sekali disuguhkan sebagai cemilan atau teman minum kopi.

LAPORAN: INDRAWAN, Dawuan

Di Desa Manyeti Dawuan, terdapat pabrik yang memproduksi kacang tanah goreng tanpa minyak. Orang sunda menyebutnya kacang sangray. Pabrik kacang sangray itu milik Titi. Usahanya memproduksi cemilan kacang tanah sangray sudah lama dikelolanya bersama almarhum suaminya sejak 30 tahun yang lalu.

Sampai saat ini pabrik olahan kacang tanahnya masih berdiri dan kepengurusannya dilanjutkan oleh anak pertamanya, Waslim Suparman.

Baca Juga:Buruh Pabrik Antusias Bayar Pajak di Samsat KelilingOpen Bidding Keluar 6 Nama, Siapa yang Dipilih Bupati?

Pemasaran kacang tanah olahannya sudah ke berbagai daerah di Jawa Barat bahkan luar Jawa Barat. Daerah seperti Kawarang, Haurgeulis, Indramayu, hingga Cikarang sudah menjadi daerah pelanggan untuk rutin dikirim kacang tanah olahan dari pabrik Titin.

“Sudah ke mana-mana dipasarkan mah, biasanya anak-anak ngirim atau ada yang datang langsung ke pabrik, ngambil. Yang paling sering ke Karawang, Haurgeulis, Indramayu, dan Cikarang,” ujar Titi saat ditemui Pasundan Ekspres, kemarin (02/01).

Kacang tanah yang diolah oleh pabrik Titi selain dari kebun warga sekitar Desa Manyeti, juga dari hasil kiriman pengepul asal Sumedang. Biasanya dikirim pada masa panen yaitu empat bulan sekali dalam setahun.

Satu kali pengolahan pabrik Ibu Titi bisa mengolah hingga 7 ton kacang tanah. Prosesnya juga melalui beberapa tahap, dari mulai pencucian, penjemuran hingga pemasakan, sampai pengemasan.
“Sekali olah itu 7 ton, kadang lebih. Disangray dengan wadah drum bekas, tungkunya pakai kayu bakar. Dulu masih dengan mesin manual ngegilingnya, muternya diinjek pakai kaki, sekarang sudah dengan listrik,” jelas Titi.

Dalam sekali pengiriman Titi mengaku berpenghasilan kotor sekitar Rp3-5 juta. Sedangkan harg per kilogram dari pabrik tidak tentu, tergantung dari banyak dan tidaknya pembelian. Titi juga tidak mengetahui harga percis sebab saat ini pemasarannya diatur oleh anaknya langsung.

“Biasanya tergantung banyaknya berapa, semakin banyak bisa semakin murah. Haraga pastinya per kilo berapa Ibu sudah serahkan pada anak. Jadi harusnya bicara langsung pada anak saja, cuma sekarang sedang tidak ada, sedang ngirim barang ke Cikarang,” tambah Titi.

0 Komentar