Kereta Hijau

Kereta Hijau
0 Komentar

Robert pilih di bawah. Wajahnya nanar. Ia harap-haral cemas. Ia menunggu siapa penumpang yang akan satu kamar dengan kami.

Penumpang itu pun datang. Lumayan. Laki-laki. Setengah baya. Ia pilih yang di bawah.

Lalu masuk lagi seorang wanita. Juga setengah baya. Dapat nomor di atas –di seberang saya.

Saya pun menyapa mereka. Mereka terbengong-bengong melihat saya berbahasa Mandarin.

Baca Juga:Pedagang Kalijati Mulai Tempati Pasar Sementara, Berharap Usaha Kembali NormalYayasan Nurul Aulad Yasa Bangun Rumah Singgah Anak Yatim

Mereka ternyata guru SMA. Asalnya Henan –28 jam perjalanan. Kami lega dapat teman sekamar seorang guru. Bisa banyak bertanya soal pendidikan di Xinjiang.

Hari itu mereka akan pulang kampung. Mengunjungi keluarga. Bekalnya banyak: kacang rebus, jagung rebus, buah-buah Xinjiang, beberapa kantong roti naan yang besar, dan banyak lagi. Cukup untuk makan dua hari di kereta.

Mereka seperti heran: kok kami tidak berbekal makanan. Padahal perjalanan kami tiga hari.

Mereka tidak tahu bahwa kami membawa banyak anggur Xinjiang. Yang ada di DI’s Way (Buah Sembrono) itu.

Tidak henti-hentinya mereka menawari kami makanan yang mereka bawa. Sampai setengah memaksa.

Kami memilih keluar kamar. Menuju gerbong restorasi. Hampir sepanjang hari kami ngobrol di situ. Makan di situ. Minum di situ. Menikmati pemandangan tunggal: gurun.

Saya bisa merasakan kebosanan di hati Robert.

Kasihan.

Apalagi kalau kereta ekonomi ini lagi sering berhenti di satu stasiun kecil. Untuk memberi kesempatan kereta cepat mendahului kami.

Baca Juga:Berharap Keberkahan Alam, Desa Simpar Syukuran Ruwatan BumiLurah Tegal Munjul Kumpulkan Donasi Bantu Korban Kebakaran

Setiap kali kereta cepat lewat kelihatan Robert menelan ludahnya. Hatinya seolah mengatakan, “Mestinya kita naik yang itu”. Tapi ucapan seperti itu tak terkatakan.

“Mestinya kita naik yang itu ya,” kata saya sambil melihat kereta cepat yang seperti kilat lewat.

“Hahahaha…very funny,” teriak Robert. “Enjoy….”, tambahnya.

Begitu sering kereta ekonomi ini berhenti.

Setiap kali kereta cepat lewat hati Robert seperti teriris. Banyak sekali kereta cepat melewati kami. Hati Ribert pun teriris-iris.

Saya lantas memikirkan rencana rahasia. Untuk menyenangkannya. Semoga ada ide.

Malam itu saya bisa tidur nyenyak. Bangun-bangun kepala saya pening. Terlalu dingin di arah kepala. Itu karena posisi kepala saya dekat jendela kaca. Udara di luar lagi dingin sekali.

0 Komentar