MbS Tiwikrama

MbS Tiwikrama
0 Komentar

Belum lagi agenda itu tuntas dibicarakan muncul realitas lain: Rusia.

Rusia bukanlah anggota OPEC. Kalau hanya anggota OPEC yang menurunkan produksi, itu hanya akan menguntungkan Rusia.

Maka OPEC juga harus merayu Rusia. Agar mau mengikuti keputusan OPEC.

Rusia menolak.

Arab Saudi dan Mohammed bin Salman (MbS) marah. Marah sekali. Ngamuk.

Baca Juga:Tanggul Jebol di Desa Mulyasari Belum Ada PerbaikanPemda Subang Harus Ambil Langkah Konkrit Cegah Banjir di Pantura

Saudi bikin keputusan sepihak: banting harga. Jual minyak dengan harga diskon besar-besaran. Tinggal 30 dolar/barel.

Saudi juga akan meningkatkan produksi minyaknya. Semaunya pula. Menjadi 12 juta barel/hari. Penurunan pendapatannya ditutup dari kenaikan produksinya.

Rusia akan mati.

Amerika akan pingsan.

Indonesia klepek-klepek.

MbS kok dilawan.

Yang tertawa ngakak kayaknya Xi Jinping. Juga Narendra Modi.

Indonesia juga bisa sedikit tersenyum. Apalagi Pakistan.

Tiongkok yang baru terpukul virus Corona langsung mendapat sumber energi sangat murah. Termurah sepanjang sejarah reformasi ekonominya.

Demikian juga India.

Dan Indonesia akan ikut menikmati: subsidi BBM yang mencapai lebih Rp 100 triliun itu akan langsung hilang.

Pertamina pun punya kesempatan kembali meraih laba gajah bengkak –kalau harga BBM telat diturunkan.

Tapi Indonesia juga kehilangan pendapatan dari bagi hasil migas. Termasuk dari pajak-pajak di sektor itu. Penurunan pendapatan pemerintah ini bisa di atas Rp 100 triliun.

Perusahaan-perusahaan migas Amerika –terutama perusahaan shale gas yang lagi gairah-gairahnya– langsung bisa pingsan. Harga saham mereka di pasar modal bisa langsung terjungkal.

Baca Juga:Kementan Kembangkan Manggis di Kabupaten Subang, Suntikan Dana APBN Rp172 MiliarBerlubang, Kecelakaan di Jalur Pantura Meningkat

Biaya memproduksi gas dari retakan bebatuan itu bisa setara 45 dolar/barel. Kalau harga minyak hanya 30 dolar/barel matilah mereka.

Jadi, Saudi ini lagi marah ke Rusia atau ke Amerika?

Bagi Saudi kemarahannya itu disertai hitungan matang-emosional: biaya produksi migas di Saudi hanya 20 dolar/barel. Dengan menjual 30 dolar/barel masih bisa laba 10 dolar/barel. Dikalikan 12 juta. Dikalikan 30 hari. Dikalikan lagi 12 bulan.

Tolong hitungkan berapa labanya setahun.

Di Indonesia, biaya produksi minyak mentah itu di sekitar 40 dolar/barel. Kalau harga jualnya 30 dolar/barel Anda pun bisa membuat corporate decision: tutup saja.

Rusia juga tidak bisa memproduksi minyak mentah dengan 30 dolar/barel. Ladang minyaknya di laut. Yang di darat pun pipanya harus selalu dipanasi –agar tidak beku, agar bisa mengalir. Biaya memanasi pipa itu menambah dolar/barel.

0 Komentar