Menakar Eksistensi Sekolah Satu Atap

Menakar Eksistensi Sekolah Satu Atap
0 Komentar

Bantuan pembangunan seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Bantuan Pemerintah yang diterima dengan desain satu lantai menyulitkan sekolah untuk membangunnya. Bahkan karena ketiadaan lahan acapkali bantuan tersebut tidak dapat dilaksanakan. Sedangkan untuk pengadaan lahan baru dengan dana swadaya dari masyarakat sangatlah sulit dilakukan mengingat keberadaan orang tua siswa yang kebanyakan (80 persen) adalah pra sejahtera. Setali tiga uang dengan kondisi pengadaan lahan adalah jika pembangunan dilaksanakan untuk gedung bertingkat. Swadaya pengecoran lantai dua sangat sulit dilaksanakan. Kondisi ini membuat standar sarana dan prasarana dari sekolah satap memperoleh nilai minim dalam akreditasi sekolah. Pun pula akan menghambat pelayanan yang maksimal pada siswa.

SDM dan Manajemen Sekolah

Keberadaan guru dan tenaga kependidikan lainnya pada awal pendirian adalah guru-guru SD yang diperbantukan. Pada tahun pertama juga dilakukan perekrutan Guru Tudak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) untuk memenuhi kebutuhan SDM. Tuntutan perundang-undangan mensyaratkan guru adalah seorang sarjana S1 dan memiliki linearitas antara mata pelajaran yang diampu dengan ijazah. Pemerintah daerah beberapa kali mengangkat PNS yang ditempakan di sekolah-sekolah satap walaupun jumlahnya sangat terbatas. Di sebuah SMP Satap rata-rata hanya memiliki 3-6 PNS, selainnya itu adalah GTT. Sedangkan untuk Kepala Tata Usaha maupun tenaga adminstrasi lainnya rata-rata di sekolah satap adalah PTT.

Peraturan Mendikbud Nomor 15 tahun 2018 yang mengatur beban kerja guru di induk dan non induk mewajibkan guru PNS mengajar di induk minimal 18 jam dengan jam tatap muka wajib 12 jam dan lainnya jam tugas tambahan. Untuk satap dengan jumlah rombongan belajar hanya 3 kelas tentu saja ini sangat sulit untuk terpenuhi. Apalagi untuk mata pelajaran-mata pelajaran yang jumlah jam nya dibawah 4 jam. Ambilah contoh seorang guru Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan yang jamnya 3 jam per minggu. Maka guru tersebut akan memiliki jam tatap muka 9 jam. Hal ini tentu saja tidak memenuhi jam wajib tatap muka. Resiko yang di hadapi guru tersebut antara lain adalah tidak mendapatkan tunjangan profesi

0 Komentar