Antisipasi Ketidakpastian Unggas

Antisipasi Ketidakpastian Unggas
0 Komentar

Peningkatan permintaan daging ayam dan telur di tingkat global didorong oleh peningkatan pertumbuhan  kelas menengah, arus urbanisasi  dan munculnya industri perunggasan   modern dan terintegrasi.  Peningkatan jumlah konsumen kelas menengah  tersebut telah mengubah pola konsumsi mereka, beralih dari pangan berbasis sayuran ke makanan berbasis hewani.

Pergeseran pola makan  tersebut menjadikan  produk asal unggas ini sebagai menu utama sumber protein.  Hal ini karena sumber protein yang berasal dari unggas tersebut  selalu tersedia  setiap saat dan harga  terjangkau. Harga daging ayam dan telur merupakan yang terendah dibandingkan dengan sumber protein daging lainnya. Disamping itu, preferensi  konsumen lebih menyukai rasa produk ini dibanding protein lainnya.

Dari sisi suplai, ketersediaan daging ayam dan telur didukung oleh  tingkat pengembalian investasi  yang singkat. Hal ini tentu saja membuat usaha  ini  kian menggiurkan, lebih mudah untuk memulai dan  cepat berkembang.  Sedangkan, pada sisi permintaan kenaikan  tingkat permintaan dalam industri perunggasan didukung oleh   pertumbuhan cepat supermarket dan restoran cepat saji di kota-kota. Permintaan yang meningkat inilah menjadi magnet bagi  investor  membenamkan modalnya pada sektor ini.

Baca Juga:Bantu Penanganan Covid-19, Yayasan Karawang Peduli Turunkan RelawanStatus PSBB 5 Daerah di Jabar Diputuskan Hari Ini

Diawali dengan membangun pabrik pakan  kemudian mengembangkan usaha perbibitan. Selanjutnya,  perusahaan berkembang menjadi perusahaan yang terintergrasi secara vertikal, mulai usaha pakan, perbibitan, budidaya, pengolahan sampai distribusinya melalui toko-toko daging dan  restoran.

Transformasi perunggasan

Dalam konteks  Indonesia,  prospek perunggasan dinilai sangat cerah. Kunci  keberhasilan industri ini  tergantung pada  kesigapan dan kesungguhan pemangku kepentingan untuk meningkatkan daya saingnya. Daya saing   tersebut  memerlukan transformasi perubahan dari model kini (berdaya saing rendah) menjadi model modern (berdaya saing tinggi).

Ketika pasar berubah, diikuti konsumen dan supermarket  mengubah perilaku pasar. Mereka membutuhkan pendekatan pasar dan produk yang berbeda. Jika perusahaan  tidak melakukan perubahan, maka prospek perusahaan seperti ini akan tergilas  ketatnya  persaingan.

Model baru industri perunggasan ke depan (modern) bercirikan adanya rantai nilai modern, skala perusahaan yang lebih besar dan terintegrasi secara vertikal serta manajemen rantai nilai yang lebih canggih. Model baru tersebut akan fokus pada  efisiensi, produktivitas, dan daya saing.

0 Komentar