Seri Belajar Filsafat Pancasila 16

Seri Belajar Filsafat Pancasila 16
0 Komentar

Memaknai Sila Pertama
“KETUHANAN YANG MAHA ESA”
Simbolisme Agama Diruang Publik
Bagian Kesembilan

Oleh: Kang Marbawi

Salam sejahtera untuk saudara sebangsa setanah air. Saudara yang bersama mencintai negeri ini dengan segala ke-aneka ragaman suku,budaya, agama,bahasa, dan adat istiadat. Minggu lalu kita telah mendiskusikan bagaimana setiap agama memiliki independensi atas negara. Dan negara harus menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan setiap warga negaranya. Setiap pemeluk agama memiliki kesetaraan dalam undang-undang.

Kali ini kita akan mendiskusikan pribumisasi nilai-nilai agama atau simbolisasi nilai agama dalam kerangka sila pertama. Isu ini bukan hal baru dalam khazanah diskursus hubungan agama dan masyarakat. Namun isu ini perlu kita diskusikan kembali untuk menguatkan posisi sila pertama dalam diskursus kehidupan beragama di Indonesia.

Baca Juga:Islam Pencetus Undang-undang Pembawa RahmatTuan Rumah Piala Dunia U-20, Stadion Si Jalak Harupat Akan Dipasang VAR

Ahir-ahir ini, kita sering melihat atau mendengar Simbol agama bertebaran di ruang publik. Bahkan yang menarik adalah ketika pada bulan Juli lalu, viral makanan tradisional “Klepon” dianggap makanan yang tidak islami. Pelebelan “makan tidak islami”adalah menunjukkan adanya simbol agama yang digunakan di ruang publik. Makanan tradisional, mulai dari cara pembuatannya, penyajiannya hingga cara menikmatinya adalah bagian dari milik masyarakat dan masuk dalam ruang publik. Viralnya Klepon bukan makanan islami memicu tagar #save klepon di media sosial.

Tidak hanya soal kue Klepon, banyak sekali pelebelan (labeling) yang ditujukan kepada objek benda, perilaku masyarakat, cara berpakaian, bisnis, pendidikan, bahkan hampir semua aspek kehidupan diberi labeling dengan simbol agama. Pada satu sisi, labeling dengan simbol agama menjadi magnet bagi masyarakat untuk mengikutinya. Namun pada sisi lain, ketika labeling simbol agama itu bermaksud untuk mendiskriminasi atau memiliki kepentingan tertentu, hal tersebut jelas menjadi kontra produktif terhadap substansi dari simbol agama itu sendiri. Ruang publik adalah milik masyarakat yang setiap warga negara memiliki hak untuk menunjukkan identitasnya. Termasuk identitas agama yang tidak terkooptasi oleh satu simbol identitas agama. Simbol agama adalah segala sesuatu yang disematkan dengan agama. Bisa jadi simbol agama tersebut dalam bentuk jargon agama, gambar, ritual atau segala sesuatu yang berkaitan dengan agama.

0 Komentar