Demokrasi Bukan Jalan Perubahan Hakiki

Demokrasi Bukan Jalan Perubahan Hakiki
0 Komentar

Terbukti KPK mengalami pelambatan dalam soal operasi tangkap tangan (OTT). Di atas itu semua, tidak saja para koruptor yang merasa lebih nyaman dalam melakukan aksinya, tetapi juga para oligarki menjadi semakin sulit dibendung. RUU Omnibus Law jelas akan lebih menguntungkan triple alliance, yakni pengusaha asing, pemerintah, dan pengusaha lokal yang dalam bekerjanya saling berkelindan dan tak tersentuh (untouchable), yang akhirnya berpotensi terus memproduksi oligarki baru di tanah air.

Demokrasi Pasca Pandemi COVID-19

Jika dibandingkan, di tengah pandemi COVID-19 ini secara substansi demokrasi memang tidak banyak perubahan. Pada dasarnya masih akan menghadapi problematika demokrasi yang sama. Beberapa fenomena terakhir cenderung mengkonfirmasi hal ini. Pertama, masih terus lemahnya checks and balances dari DPR. Kondisi semacam ini tampak telah menjadi natur DPR era Jokowi yang pada umumnya kurang kritis dan sekadar menjadi pendukung penguasa.

Ini terkonfirmasi dari bagaimana sikap DPR yang tampak tidak terlalu terusik dengan kelambanan respon pemerintah pusat sejak virus mulai merebak. Begitupula saat munculnya beberapa kali inkonsistensi kebijakan yang membingungkan masyarakat. Bahkan hingga ketika tidak lancarnya pemberian bantuan sosial dan munculnya pencitraan bagi-bagi sembako, DPR tampak tak bergeming. Meski mulai ada suara-suara kritis, secara umum nuansa over-protective parlemen kepada pemerintah masih terasa.

Baca Juga:Ruhimat Harus Lapor Polisi, IM Siap jadi SaksiOom Abdul Rohman: Nol Rupiah Hanya Lisan

Kedua, konsolidasi civil society yang tetap masih belum maksimal. Secara umum kalangan ini masih terus bergulat dengan lingkungan yang tidak kondusif. Termasuk adanya gangguan “perang proxy” yang melibatkan para buzzer untuk saling serang dan juga membungkam kritik dan mencanangkan satu versi kebenaran. Akibatnya, kalangan civil society tetap memainkan peran pinggiran dan terabaikan.

Ketiga, sinergi dan koordinasi internal pemerintahan yang tidak berjalan dengan baik. Kondisi ini telah menimbulkan saling silang di jajaran pemerintahan sendiri. Pemusatan kekuasaan dan birokrasi penentuan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menjadi efek dari situasi yang tidak terkoordinasi dan tidak sinergis itu. Sentralisasi kebijakan ini kerap dipertanyakan, mengingat PSBB harus dilakukan segera oleh kepala daerah tanpa harus menunggu keputusan administratif yang memperpanjang rantai birokrasi. Apalagi kenyataannya, kita sudah terlanjur lambat dalam merespon pandemi ini.

0 Komentar