Mayoritas Penduduk Produksi Gula Aren, Desa Ciawi Purwakarta Penghasil Berkualitas

BERKUALITAS: Desa Ciawi menjadi daerah penghasil gula aren berkualitas.ADAM SUMARTO/PASUNDAN EKSPRES 
0 Komentar

PURWAKARTA-Desa Ciawi, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, merupakan sebuah desa yang mayoritas penduduknya memproduksi gula aren. Otomatis, gula aren menjadi produk unggulan yang paling diburu oleh penduduk luar ketika berkunjung ke Desa Ciawi.

Lokasinya yang agak ke dalam, dan kondisi alamnya yang masih banyak hamparan sawah dan ladang perkebunan, menjadikan mayoritas penduduk di daerah ini bekerja sebagai petani dan pekebun.

Tanaman pohon aren pun sangat melimpah di daerah ini, untuk itu, banyaknya pohon aren di desa ini memudahkan masyarakat dalam memproduksi gula aren setiap harinya.

Baca Juga:Siap Bentuk Sentra Gakkumdu, Bawaslu Kabupaten Bandung Barat Tunggu Support AnggaranCatatan Harian Dahlan Iskan: Mendung Udan

Dari sekian banyaknya warga Desa Ciawi yang memproduksi gula aren, terdapat satu warga yang terkenal dengan kualitas gulanya yang bagus dan tidak pernah mengecewakan. Adalah Royan yang sudah 30 tahun memproduksi gula aren.

Setiap matahari mulai muncul menampakan sinarnya, kepulan asap pembakaran kayu hasil memanaskan air nira pun pasti sudah membumbung dari dapur milik Royan. Air nira diambil dua kali sehari, yaitu pagi dan sore dengan menggunakan lodong dari bambu.

“Saya mengambil air nira menggunakan lodong, soalnya kalau menggunakan jerigen atau kompan nanti hasilnya nggak bagus, suka kurang wangi juga,” kata Royan kepada koran ini, Ahad (7/8).

Hasil sadapan air nira langsung dituangkan ke dalam wajan besar, kemudian disaring terlebih dahulu sebanyak dua kali baru kemudian digodog. Proses pembuatan gula aren ini membutuhkan waktu cukup lama, bisa 7-8 jam.

Setelah air nira digodog dan telah mengeluarkan buih kemudian royan menambahkan kemiri halus ke dalam godogan air nira tersebut.

“Kemiri bubuk berguna untuk menyerap kadar air juga supaya buihnya nggak terlalu banyak, ini ilmu turun temurun dari keluarga,” ujar Royan.

Setelah itu godogan air nira disaring kembali, dilanjut digodog dengan api yang tidak terlalu besar.

Baca Juga:Catatan Harian Dahlan Iskan: Adam EvaIngin Daring tapi Garing, Kurikulum Merdeka Non Garing?

“Kalau sudah mau jadi gula, apinya jangan terlalu besar agar warnanya tidak coklat kayak yang gosong,” ucapnya.

Selanjutnya godogan gula yang sudah mulai menyurut terus di aduk hingga mengental. Jika sudah mengental, gula langsung dituangkan ke dalam cetakan yang terbuat dari bambu.

0 Komentar