Kampus Merdeka : Diantara Pro Kontra dan Sebuah Jalan Perbaikan Menuju Mutu Perguruan Tinggi Indonesia

Kampus Merdeka : Diantara Pro Kontra dan Sebuah Jalan Perbaikan Menuju Mutu Perguruan Tinggi Indonesia
0 Komentar

Pengajuan re-akreditasi PT dan prodi dibatasi paling cepat 2 tahun setelah mendapatkan akreditasi yang terakhir kali. Untuk perguruan tinggi yang berakreditasi B dan C bisa mengajukan peningkatan nanti, Akreditasi A pun akan diberikan kepada perguruan tinggi yang berhasil mendapatkan akreditasi internasional. Mengenai Daftar akreditasi internasional yang diakui akan ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Evaluasi akreditasi akan dilakukan BAN-PT jika ditemukan penurunan kualitas meliputi pengaduan masyarakat dengan disertai bukti konkret, serta penurunan tajam jumlah mahasiswa baru yang mendaftar dan lulus dari prodi ataupun perguruan tinggi.

Hal ini merupakan angin segar bagi perguruan tinggi untuk memperbaiki nilai akreditasinya dengan mekanisme yang sudah dibuat. Dengan re-akreditasi menjadi sebuah hal yang tidak mengikat tentu ini tidak akan membuat perguruan tinggi untuk bersusah payah menyiapkan akreditasi. Dan yang paling utama dari akreditasi sesuai dengan permenristekdikti Nomor 62 tahun 2016 tentang sistem penjaminan mutu Pendidikan tinggi (SPM Dikti) mengenai Perencanaan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian dan Peningkatan. Hal ini merupakan kewajiban semua perguruan tinggi untuk membangun sistem penjaminan mutu internal (SPMI) secara terus berkelanjutan.

2. Hak belajar 3 semester di luar prodi
Kampus Merdeka yang kedua memberikan hak kepada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar prodi dan melakukan perubahan definisi Satuan Kredit Semester (SKS).

Baca Juga:Dua Rumah Hancur Terkena Longsor CitarumAPERSI Salurkan Bantuan Kepada Korban Banjir

Perguruan tinggi wajib memberikan hak bagi mahasiswa untuk secara sukarela boleh mengambil ataupun tidak SKS di luar kampusnya sebanyak dua semester atau setara dengan 40 SKS. Mahasiswa juga dapat mengambil SKS di prodi lain di dalam kampusnya sebanyak satu semester dari total semester yang harus ditempuh.

Ini tidak berlaku untuk prodi kesehatan. Mendikbud menilai saat ini bobot SKS untuk kegiatan pembelajaran di luar kelas sangat kecil dan tidak mendorong mahasiswa untuk mencari pengalaman baru, terlebih di banyak kampus, pertukaran pelajar atau praktik kerja justru menunda kelulusan mahasiswa. Lebih lanjut, Mendikbud menjelaskan terdapat perubahan pengertian mengenai SKS. Setiap SKS diartikan sebagai ‘jam kegiatan’, bukan lagi ‘jam belajar’. Kegiatan di sini berarti belajar di kelas, magang atau praktik kerja di industri atau organisasi, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil. Setiap kegiatan yang dipilih mahasiswa harus dibimbing oleh seorang dosen yang ditentukan kampusnya. Daftar kegiatan yang dapat diambil oleh mahasiswa dapat dipilih dari program yang ditentukan pemerintah dan/atau program yang disetujui oleh Rektornya.

0 Komentar