Golkar: KDM, RK dan ARM

KDM Berjuang Sendiri, Ini Kelemahan dan Kelebihannya

 

Oleh:

Mang Asep Purwa (Pengamat Pendidikan dan Politik di Kabupaten Purwakarta)

TAHUN 2024 tinggal hitungan bulan, kesibukan politisi mulai meningkat. Warga Purwakarta mulai menerka-nerka siapa calon pemimpin pasca-Anne Ratna Mustika (ARM).

Di lain pihak KDM sudah mulai siap-siap baik untuk mempersiapkan dirinya maupun persiapan untuk pengganti dirinya di Purwakarta. Apa tantangan dan hambatan KDM berikutnya?

Setelah bergabungnya Ridwan Kamil ke GOLKAR, beberapa aktivis mulai bertanya-tanya bagaimana nasib KDM berikutnya? Dan mengapa Airlangga H mengajak RK ke GOLKAR?

Popularitas KDM di Jawa-Barat cukup tinggi dibuktikan dengan followernya di medsos yang telah mencapai jutaan follower. Mengapa KDM cukup populer dan siapa para pengikutnya?

Para pengikut KDM mayoritas adalah kalangan awam atau rakyat kebanyakan yang merasa dapat dukungan dan bantuan dari KDM, yang banyak bersimpati pada KDM.

KDM begitu mudah mendekati mereka karena KDM memahami dengan baik karakter dan gaya kehidupan rakyat kebanyakan. KDM dapat mengidentifikasi hal apa saja yang menjadi tren dan kecenderungan rakyat kebanyakan.

Mengapa? Karena KDM memiliki pengalaman menjadi orang terpinggirkan atau rakyak kebanyakan. Kita tahu bahwa KDM lahir, tumbuh, dan berkembang di kalangan rakyat kebanyakan.

Kuliah KDM seadanya tapi dia pekerja keras dan sunguh-sungguh dalam berorganisasi. Oleh karena itu, ia memahami dengan baik seluk beluk kehidupan rakyat kecil.
Inilah kekuatan dan sekaligus kelemahan KDM.

Mengapa menjadi kelemahan? Karena KDM terbiasa menjadi subjek dan menjadikan rakyat kebanyakan sebagai objek yang membutuhkan dirinya.

Padahal sebagai pejabat publik sejatinya KDM dapat berinteraksi dengan baik, dengan berbagai kalangan baik yang terpelajar, maupun yang berkemampuan secara ekonomi.

Dia lupa bahwa tidak semua orang dapat menjadi objek. Dia perlu membangun komunikasi dengan kalangan yang setara atau kalangan di atas dirinya. Tampaknya dia gagal membangun komunikasi baik dengan Pak Airlangga Hartato dan orang-orang di atasnya.

Dia lupa bahwa kepemimpinan kekinian harus mengedepankan model kepemimpinan partisipatif, kadang kita sebagai subyek dan kadang kita sebagai obyek. Kelemahan ini harus segera dia tutupi kalau tidak dia akan ditinggalkan dan dijauhi oleh mitra politiknya.

Kita memaklumi setelah sekian lama dia menjadi wakil bupati dan bupati selama dua periode juga telah mengawal Ambu selama beberapa tahun, kebiasaan dirinya sebagai subjek ini yang menjadi racun bagi karir berikutnya.

Dia lupa bahwa di era VUCA (Volitality, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity) segalanya bisa berubah. Dia juga lupa bahwa dia sedang bertransformasi menjadi calon pemimpin di tingkat yang lebih tinggi. Terlebih setelah Ambu meninggalkannya bukan mustahil pimpinan pusat Golkar atau Provinsi akan menggeser dirinya.

Saya duga bahwa Anne sekarang mulai bergerilya agar dapat dukungan dari Golkar. Bukan mustahil ada dinamika yang berbeda dalam kontestasi Pilkada terkait dukungan Golkar kepada calon Bupati. Andai Purwakarta lepas dari gengamannya bukan mustahil tamat riwayat dinasti KDM di Purwakarta dan Jawa-Barat secara keseluruhan.

Kedekatan Ridwan Kamil dengan Airlangga H bisa jadi bumerang bagi dirinya, apalagi kini KDM di Golkar tidak memiliki kekuatan yang cukup baik di pusat maupun di provinsi, begitupun di lembaga eksekutif lainnya.

Harapan menjadi Jawa Barat 1 pun masih belum terlihat dengan jelas. Saya menduga bahwa masuknya RK ke Golkar justru karena karena ada ketidaknyamanan Airlangga terhadap KDM. Jangan-jangan KDM akan loncat pagar (wallahu a’lam).

Jika KDM berjuang sendirian tentu akan kerepotan oleh karena itu perlunya pendekatan yang egaliter kepada mitra politik lainnya. Jangan terlalu jemawa banyak dukungan perlu kolaborasi dan membangun kepemimpinan partisipatif terutama dengan kalangan menengah dan atas.