Kearifan Lokal sebagai Bentuk Mitigasi Bencana Masyarakat Adat Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya

Kearifan Lokal sebagai Bentuk Mitigasi Bencana Masyarakat Adat Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya
0 Komentar

Mitigasi untuk mencegah longsor dilakukan dengan membuat lahan sawah dan kebun campuran berundak-undak mengikuti kontur. Demikian pula halnya dalam menata letak bangunan. Bangunan diletakan mengikuti kontur. Agar tidak mudah longsor, maka undakan tanah diberi batu dicampur tanah liat. Selain itu tebing yang curam di kebun campuran atau sawah ditanami pohon bambu atau aren untuk mencegah longsor. Hal tersebut adalah bentuk mitigasi struktural yang dilakukan masyarakat Kampung Naga yang berpedoman pada amanah untuk selalu menjaga keharmonisan dengan alam.

Bentuk mitigasi non struktural untuk mengurangi risiko bencana banjir adalah dengan menata ruang kampung dan perumahan sedemikian rupa, sehingga air dari tempat tinggi di bagian barat kampung dapat mengalir secara gravitasi ke sungai Ciwulan di bagian timur. Peletakan bangunan memanjang barat-timur mengikuti kontur dengan pola grid menghadap utara atau selatan. Pola peletakan rumah tersebut merupakan kearifan tradisional, karena lorong antar bangunan yang memanjang barat-timur selain digunakan sebagai jalur pergerakan juga sebagai saluran drainase. Tapak bangunan lebih tinggi + 15 cm dari lorong yang berfungsi sebagai drainase tersebut. Dengan demikian apabila hujan, air dari atap jatuh ke lorong tersebut mengalir ke tempat yang rendah tanpa membasahi bagian bawah rumah. Setelah hujan reda, tidak ada air tergenang di kawasan perumahan semua air mengalir ke sungai Ciwulan di bagian timur.

Kawasan perumahan terdiri dari zona bersih dan zona kotor. Zona bersih adalah kawasan yang berisi rumah-rumah penduduk. Zona kotor terdapat di sekeliling zona bersih. Di zona kotor terdapat kolam ikan yang diatasnya dipakai untuk MCK, menumbuk padi, dan kandang ternak. Antara zona bersih dan zona kotor diberi pagar pembatas dari bambu. Zona kotor di bagian timur berbatasan langsung dengan sungai Ciwulan. Ketinggian zona kotor lebih rendah dari zona bersih. Zona kotor yang merupakan kolam, sekaligus menjadi pembatas antara perumahan dengan sungai Ciwulan. Air dari perumahan mengalir ke kolam sebelum mengalir ke sungai, demikian pula apabila sungai meluap airnya akan mengisi kolam-kolam tersebut, sebelum masuk ke perumahan. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk kearifan tradisional mencegah banjir pada saat musim hujan. (*)

Laman:

1 2 3
0 Komentar