Migrasi Tinggi Minim Regulasi, Ada Sesuatu di Yogyakarta

Migrasi Tinggi Minim Regulasi, Ada Sesuatu di Yogyakarta
0 Komentar

Kebanyakan orang yang memilih menetap di Kota Yogyakarta didasarkan atas berbagai macam faktor penyebab. Mulai dari melanjutkan pendidikan hingga tuntutan pekerjaan. Kota Yogyakarta, seperti yang sudah diketahui banyak orang, dikenal sebagai daerah yang masih lekat dengan yang namanya kesenian dan kebudayaan. Banyak nilai seni dan budaya di sana yang pada akhirnya menjadi salah satu nilai jual, sehingga banyak migrasi masuk dan menetap di Kota Yogyakarta. Tidak hanya itu, sejak dahulu kota ini terkenal akan sebutan kotanya para pelajar. Jelas saja, banyak kampus kenamaan di sana, mulai dari perguruan tinggi negeri sampai swasta yang memiliki reputasi baik di dunia pendidikan nasional. Alhasil, banyak pelajar dan mahasiswa dari luar wilayah tersebut mengemban ilmu dan menetap di Kota Yogyakarta.

Di samping kedua alasan tadi, yaitu karena memiliki nilai seni dan budaya yang tinggi, serta sebagai kota pelajar, ada satu alasan lain mengapa Yogyakarta menjadi destinasi favorit warga untuk menetap di sana. Alasan yang sebenarnya agak kontradiktif menurut saya jika dilihat dari nominal Upah Minimum Provinsi (UMP) Yogyakarta yang tidak mencapai angka dua juta rupiah. Meskipun pada Upah Minimum Regional (UMR), Kota Yogyakarta menjadi yang tertinggi di antara wilayah lain yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Faktanya, Yogyakarta juga dikenal sebagai sentra bisnis, tepatnya di kawasan Malioboro. Memang, biaya hidup di sana lebih murah, tetapi jelas dengan nilai UMP yang rendah, alasan menetap di Yogyakarta karena ingin bekerja adalah kurang tepat. Saya sepakat jika Yogyakarta unggul dalam aspek budaya dan pendidikan, tetapi tidak untuk ekonomi. Sependek analisis saya, UMP yang rendah hanya akan menciptakan kesenjangan ekonomi berkelanjutan di sana.

Jika migrasi masuk yang tiap tahun terus meningkat, sedangkan tidak ada kebijakan yang secara fokus memang berkonstentrasi pada isu ini, bukan tidak mungkin jika Kota Yogyakarta akan terus menemukan permasalahan yang sama tiap tahunnya. Setidaknya ada satu dampak negatif yang masih menjadi permasalahan akibat migrasi masuk ini. Dampak yang timbul dan menjadi keresahan penduduk asli sana ialah konflik antar warga asli dan pendatang. Tak jarang, konflik antar pendatang juga kerap terjadi di Yogyakarta. Baru-baru ini yang terjadi di daerah Babarsari, yaitu tawuran antar pelajar mahasiswa yang bukan berasal dari Yogyakarta itu sendiri.

0 Komentar