Kelangkaan Pupuk dan Kebutuhan pada Sistem Islam

Kelangkaan Pupuk dan Kebutuhan pada Sistem Islam
0 Komentar

Oleh: Rima, S.P.
(Alumni Fakultas Pertanian)

Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan primer yang akan menentukan kelangsungan hidup suatu bangsa. Produksi bahan pangan tidak bisa dilepaskan dari terpenuhinya salah satu faktor produksi secara maksimal yaitu ketersediaan pupuk.

Kelangkaan pupuk akan menyebabkan menurunnya tingkat produksi pertanian, gairah dan semangat para petani melemah yang berujung kepada munculnya serangkaian problem di tengah masyarakat.

Mengutip penyataan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang mengatakan bahwa stok pupuk bersubsidi sudah sesuai dengan permintaan sehingga jika masih ada informasi kelangkaan, maka laporkan saja. Beliaupun menjelaskan bahwa petani yang berhak mendapatkan pupuk bersubsidi hanyalah yang terdaftar di sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) dengan keharusan melalui rangkaian seleksi. Adapun mekanisme distribusi pupuk melalui lima lini pengontrolan mulai dari tingkat Menteri hingga agen/masyarakat. ( Antara news.com)

Baca Juga:Trend Anak Gugat Orang Tua, Potret Buram Keluarga MuslimMcGregor Kalah, Khabib Nurmagomedov Bilang Gini

Meski terkesan ada penyangkalan atau setidaknya pemakluman dari Mentan tentang kelangkaan pupuk, namun fakta dan informasi di lapangan menunjukkan adanya kelangkaan tersebut.

Prosentase penerima pupuk subsidi yang jauh dari jumlah yang petani yang membutukan disertai kerumitan dalam memperolehnya, serta harga yang cukup tinggi, tak ayal membuat para petani kecewa dan tidak bersemangat. Terlebih lagi, kebanyakan petani hanya lulusan sekolah dasar yang minim kemampuan digital sehingga proses digitalisasi untuk mendaftar menjadi penerima subsidi pupuk dirasa menyulitkan mereka. Belum lagi, PT Pupuk sebagai penyedia pupuk yang ditunjuk oleh pemerintah, orietasinya tidak sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat namun lebih kepada profitable.

Kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada para petani adalah wajar dalam sistem pemerintahan yang menerapkan sistem kapitalisme neo-liberal. Pemerintah hanya bertindak sebagai regulator dimana keterlibatan para pengusaha dan korporasi lebih berperan dalam mengelola dan menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat, tentu tidak lepas dari perolehan keuntungan. Pada akhirnya, harapan mewujudkan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani hanyalah mimpi jika tetap bertahan dengan paradigma sistem kapitalisme neo-liberal. Saatnya mengganti paradigma rusak dengan paradigma yang lahir dari Sang Maha Pencipta yaitu paradigma Islam kaffah yang terwujud dalam sebuah negara khilafah.

0 Komentar