Secercah Harapan Kaum Muda Dibalik Krisis Ke selatan Hati dengan Masjid

Secercah Harapan Kaum Muda Dibalik Krisis Ke selatan Hati dengan Masjid
0 Komentar

Oleh
1.Dra.Suyatinah,M.Pd ( Guru Geografi SMAN 1 Banguntapan, Bantul,Yogyakarta dan Takmir Masjid Di Pinggiran Kota Bantul,DIY)
2.Drs.H.Priyono,M.Si ( Dosen dan Wakil Dekan I Fakultas Geografi UMS dan Takmir Masjid Di Ujung Kota Klaten, Jateng)

Problematika yang dirasakan hampir semua masjid di lingkungan kita adalah adanya krisis/ kemunduran “kedekatan hati” kaum muda untuk beribadah di masjid. Pemandangan yang sering kita lihat, jamaah sholat lima waktu, muadzin, jamaah majelis taklim kebanyakan dihadiri oleh orang- orang yang termasuk sudah berumur.

Anak- anak kecil, anak- anak muda, cenderung sepi dari deretan para jamaah. Kita jadi berpikir : bagaimana kalau kita, jamaah yang sudah berumur nanti meninggal dunia, siapa yang mau memakmurkan masjid ? Sedih kalau dirasakan….apalagi kalau mengingat bagaimana kita membesarkan, merenovasi masjid yang dulunya mushola sampai menjadi masjid megah dengan dua lantai. Ketika masa- masa renovasi masjid, sampai beberapa tahun berjalan, Alhamdulillah dimudahkan dalam mendapatkan dana bantuan dari para donatur. Sekarang tantangan yang dihadapi adalah bagaimana memakmurkan masjid kita yang sudah megah ? Fenomena ini hampir dialami oleh masjid di sekitar tempat tinggal kita.

Baca Juga:Hikmah Dibalik Idul AdhaAda Microchip dalam Vaksin Covid-19? Studi di AS Mengungkap Ini

Kami merupakan jamaah Masjid Sunan Kalijaga yang berlokasi di Jomblangan, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, merasakan secercah harapan mengurai problematika tersebut di atas. Sejak bulan September 2020, masjid kami kedatangan 3 Santri dari Pondok Pesantren Assalafi Al- Fithrah Malang, yang beralamatkan di Jl. Probolinggo, Kalurahan Panarukan, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Mereka semacam mengikuti Program Magang, Pengabdian Masyarakat setelah lulus dari kuliah dan juga lulus dari Pondok.

Ketiganya lulusan D3 Perhotelan dan tentunya memiliki bekal ilmu agama setelah dinyatakan lulus dari pondok. Mereka menyandang predikat baru sebagai Ustad, mulai merintis Taman Pendidikan Al Quran, yang sebetulnya sudah ada sebelumnya, namun kurang maksimal pengelolaannya karena keterbatasan tenaga pengajar. Anak- anak usia TK, SD kelas I sampai kelas IV mulai rajin mengikuti TPA. Dari sedikit demi sedikit, akhirnya peserta mencapai lebih dari 40 anak. Menurut hasil pengamatan saya, cara mengajar ketiga Ustad dengan hati sehingga membuat anak- anak sangat akrab.

0 Komentar