Pembelajaran Daring dan Degradasi Karakter

Pembelajaran Daring dan Degradasi Karakter
0 Komentar

Oleh: Dra. Hanifah, M.Pd

( Guru Geografi di SMAN 14 Bandar Lampung )

Saat istirahat siang, di sela waktu mengajar lewat jaringan (belajar daring), penulis sempat menyimak keluhan salah satu sahabat guru wanita. Dia bercerita bahwa baru saja kembali dari sekolah anaknya yang sekarang duduk di kelas 8 SMP untuk memenuhi panggilan wali kelas anaknya . Menurut wali kelas,  anak  teman guru tersebut memiliki masalah dalam pembelajaran. Masalah yang dihadapi antara lain tidak mengerjakan , tidak menyetorkan  tugas pembelajaran.  Beberapa tugas yang dikerjakan dan disetorkan, itupun tidak tepat waktu dan hasil pengerjaan tidak memenuhi indikator yang diharapkan, sering tidak mengisi link absensi yang dikirimkan gurunya, dan terlambat masuk di kelas daring.

Si ibu merasa sangat gundah dan bingung, apa yang harus dilakukan? Mengapa sang anak jadi demikian bermasalah dalam pembelajaran sekolahnya dan mengalami penurunan karakter?.  Sedangkan sebelumnya, sejak PAUD sampai dengan kelas 6 sekolah dasar, dia termasuk anak  yang rajin dan bersemangat dalam belajar, sudah tampak karakter positif dalam dirinya. Pulang sekolah, setelah istirahat dan bermain sebentar, dia selalu mengerjakan tugas sekolah dengan baik. Jika ada yang tidak difahami, dia selalu menayakan pada ibunya. Si anak juga termasuk disiplin. Dia selalu bangun pagi, ikut sholat subuh bersama ibunya, kemudian mempersiapkan segala keperluan sekolahnya sendiri. Dia sering complain jika sang ibu dianggap lambat untuk mengantarkannya ke sekolah karena takut terlambat. Selain itu, dia juga sangat cerdas dan selalu mendapat peringkat tiga besar di kelasnya. Penulis sendiri sangat mengenal anak tersebut, karena sejak balita sering dibawa ke sekolah kami, terutama jika sedang tidak ada yang mengasuh di rumah.  Dia benar-benar sangat pintar, cerdas, rajin, disiplin dan bertanggung jawab meskipun masih berusia anak-anak.

Berdasarkan hasil pendekatan dan komunikasi dengan sang anak, diperoleh kesimpulan bahwa si anak merasa jenuh belajar secara daring. Dia menginginkan belajar di kelas, bersama guru dan teman-teman. Berinteraksi, bermain dan berdiskusi dengan orang lain, menjadikan belajar sebagai aktivitas yang menantang dan menyenangkan.  Menurut si anak, belajar sendiri di rumah, secara daring, tidak menarik dan membuat mengantuk. Meskipun guru sudah menerapkan berbagai media seperti PPT, e-book, video pembelajaran, media interaktif, menggunakan classroom dan berbagai sarana lainnya , tetap saja interaksi yang terjadi dalam pembelajaran dirasa membosankan. Saat awal dilaksanakan pembelajaran daring akibat pandemic, anak masih termotivasi mengikutinya. Melakukan kegiatan pembelajaran dengan cara yang baru, pembelajaran jarak jauh (PJJ) lewat jaringan, menimbulkan rasa ingin tahu dan memberi pengalaman belajar yang berbeda.  Tetapi setelah berlangsung cukup lama, hampir dua tahun berjalan, anak atau siswa merasakan kebosanan.

0 Komentar