PLTSa Solusi Masalah Sampah di Indonesia, Apakah Masih Relevan ?

PLTSa Solusi Masalah Sampah di Indonesia, Apakah Masih Relevan ?
0 Komentar

Oleh: (MUHAMMAD NOVAL ADI NUGRAHA)

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta

PLTSa atau Pembangkit Listrik Tenaga Sampah merupakan pembangkit listrik termal dengan uap dan berbahan bakar sampah atau gas metana sampah. Sampah dan gas metana sampah dibakar menghasilkan panas yang memanaskan uap pada boiler steam supercritical. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah membangun infrastruktur Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) pada 12 kota di Indonesia. Terhitung sejak 2019 hingga 2022 mendatang, tercatat sudah ada 12 Pembangkit Listrik Tenaga Sambah (PLTSa) yang dijadikan program solutif salah satu jalan untuk menyelesaikan persoalan sampah di Indonesia.

Dengan terealisasikannya rancangan ini diharapkan permasalahan sampah yang ada di indonesia dapat dengan cepat terselesaikan. Akan tetapi rancangan ini juga menuai pro dan kontra di masyarakat, khususnya di kalangan pegiat lingkungan yang mana menyampaikan dampak-dampak yang ditimbulkan dari PLTSa ini. Sejauh ini ada dua alasan utama mengapa pemerintah patut melupakan rencana pembangunan PLTSa.

Pertama tidak baik untuk lingkungan. Dan kedua tidak baik untuk kesehatan. Selain dua hal tersebut, ada lagi satu alasan mendasar mengapa proyek ini tidak berguna, yaitu mubadzir.

Baca Juga:Kang Emil Ajak Berantas Stunting, Jika Tidak di 2045 Bakal jadi Generasi Muda yang GagalHarmoni Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Kinerja Guru

Dalam konteks pencemaran lingkungan, proses pembakaran sampah akan meningkatkan produksi gas rumah kaca yang artinya turut mempercepat perubahan
iklim. Menurut penghitungan Zero Waste Europe, setiap satu ton sampah yang dibakar akan menghasilkan 1,7 ton CO2. Selain itu, dalam prakteknya, sistem pembakaran sampah seperti PLTSa akan menghasilkan dioksin, sebuah senyawa kimia beracun yang banyak dihasilkan dari pembakaran sampah plastik. Selain mencemari lingkungan secara langsung, dioksin juga mampu berpenetrasi dalam rantai makanan.

PLTSa juga menghadapi berbagai tantangan dalam pengembangannya serta menuai berbagai reaksi sosial dari masyarakat. Tantangan yang dihadapi ialah
ketidakseragaman pemberian Biaya Layanan Pengolah Sampah (BLPS) pada tiap daerah, minimnya alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk kebersihan dan pengelolaan sampah, serta tingginya modal awal. Pembiayaan dalam PLTSa harus sangat diperhitungkan karena proyek PLTSa ini mencakup dua komponen, yaitu pengolahan sampah dan pembangkit listrik. Sebagai contoh, biaya pretreatment dibutuhkan jika pemilahan antara sampah organik dan anorganik pada

0 Komentar