Politisi Senior Mundur dari Partai Demokrat, Gara-gara Diminta Mahar Rp 500 Juta hingga Isu Jual Beli Nomor Urut Pencalegan

Politisi Senior Mundur dari Partai Demokrat, Gara-gara Diminta Mahar Rp 500 Juta hingga Isu Jual Beli Nomor Urut Pencalegan
Didin Supriadin

 

PASUNDAN EKSPRES-Partai Demokrat kembali diterpa kabar tak sedap. Kini kabar mengejutkan datang dari Partai Demokrat Jawa Barat.

Politisi senior dari partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu yakni Didin Supriadin, resmi mengundurkan diri dari pencalegan dan keanggotaan partai.

Pengunduran diri Didin ditenggarai isu mahar politik. Pada proses persiapan penjaringan bakal calon legislatif. Didin dikagetkan oleh permintaan sumbangan untuk partai dengan dalih uang saksi.

Dalam kronologis pengunduran dirinya yang diterima wartawan, Senin 8 Mei 2023, Didin yang saat itu menjabat Wakil Ketua DPD PD Jawa Barat mulai mempersiapkan tahapan menjaring bakal calon anggota legislatif, baik untuk calon anggota DPRD Provinsi maupun Kab/Kota se-Jabar.

Hal itu diperkuat oleh surat tugas dari DPD PD Jabar untuk menjadi LO partai dengan KPUD. Semua tugas tersebut berjalan lancar dan dilaksanakan sebaik-baiknya.

Kemudian dilanjutkan rapat DPD PD Jabar yang meminta Didin membantu tugas-tugas Badan Pemenangan Pemilu (Bappiluda). Kemudian Bappiluda PD Jabar melakukan uji kelayakan serta wawancara sebanyak 2 kali, yaitu oleh internal pengurus Bappiluda dan melibatkan unsur Ketua, Sekretaris, Bendahara, BPOKK, BAPPILUDA DPD PD Jabar.

“Ketika penjaringan dan pendaftaran caleg provinsi dimulai, para bacaleg diminta kontribusi sebesar Rp32,5 juta,” kata Didin.

Didin mengatakan, pada Rabu 12 April 2023 di Kantor DPD PD Jabar, semua bacaleg diminta mengisi formulir pernyataan dengan salah satu poinnya adalah kesiapan tambahan untuk Dana Saksi Partai.

“Saat itu saya mengisi kesanggupannya sebesar Rp100 juta,” ungkapnya.

Persoalan dimulai ketika pada Selasa 2 Mei 2023, Bendahara DPD Partai Demokrat Jabar tiba-tiba menghubungi Didin dan mengirim nomor rekening. Saat itu Didin diminta memberikan kontribusi untuk dana saksi sebesar Rp500 juta.

“Katanya saya akan diberikan nomor urut caleg di nomor urut 1 Dapil Jabar 15 (Kota dan Kabupaten Tasikmalaya). Kata Ibu Ratna (Bendahara DPD PD Jabar), untuk di DPC seperti Kota Bandung, Kab. Bogor, yang dapat no urut 1 bacaleg Kabupaten/Kota tersebut kontribusinya sebesar Rp300 juta,” ujarnya.

Lalu pada Jumat 5 Mei 2023 siang, Sekretaris DPD PD Jabar M. Handarujati K menghubungi Didin melalui telepon dan meminta segera membayar. Selain itu meminta kepastian kapan bisa membayar, saat itu Didin menjawab akan diiktiarkan dan meminta waktu paling telat 1 bulan.

“Sore harinya, usai salat Ashar, Sekretaris menelpon saya kembali, dengan memberitahukan kalau posisi nomor urut 1 akan ditukar dengan Pak Yoyom Romya yang bukan pengurus, dengan alasan Pak Yoyom siap membayar dan saya dikasih nomor urut 2 dengan kontribusi yang tidak terlalu besar. Saya katakan silakan, tetapi saya akan mencabut berkas dan saya tidak akan mencalonkan. Setelah itu, Sekreatris bilang ke saya, tunggu nanti dalam 5 menit akan ditelepon kembali. Namun sampai pagi harinya, tidak ada konfirmasi atau pun pemberitahuan lanjutan kepada saya. Akhirnya saya mengambil sikap mengundurkan diri, baik sebagai bacaleg atau pun dari keanggotaan Partai Demokrat,” tegasnya.

Didin merasa sudah tidak ada lagi penghargaan dari partai kepada kader utama dan pengurus inti. Selain itu, ketersinggungan dia dengan Sekretaris DPD PD Jabar dengan bahasa yang tidak patut dan secara etika tidak pantas.

“Masa saya sebagai pengurus inti DPD dengan mudahnya, cuma karena uang, mau ditukar nomor urutnya hanya karena saat itu Pak Yoyom siap membayar. Padahal saya menjadi kader dan pengurus partai lebih dari 20 tahun, mulai berdirinya Partai Demokrat,” jelasnya.

Dari catatannya, Didin merupakan pendiri relawan SBY Fans Club di Pemilu 2004, baik di pusat ataupun Jawa Barat. Lalu pernah menjadi Ketua Tim Gabungan Pemenangan Pilgub Jabar, Tim Penjaringan Caleg DPD PD Jabar ketika Ketua DPD masih Alm. Adjeng Ratna Suminar maupun Mayjen (Purn) Iwan R. Sulandjana.

Di kepengurusan DPD PD Jabar pun, Didin pernah menjadi Wakil Bendahara, Wakil Sekretaris, dan Wakil Ketua. Sementara di DPRD Jawa Barat pernah menjabat selama 2 perode, dan merasakan menjadi Ketua Komisi V dan Ketua Komisi III, Sekretaris Fraksi, dan berbagai posisi di Alat Kelengkapan Dewan (AKD).

Kasus Didin ini menambah panjang hengkangnya kader Demokrat di Jawa Barat. Sebelumnya, kader dari DPC, DPAC, Ranting hingga Anak Ranting Partai Demokrat Kabupaten Purwakarta mengundurkan diri secara massal. Hal sama terjadi di DPC Kabupaten Pangandaran.

Terpisah pengamat politik dari Universitas Padjajaran (Unpad) Firman Manan mengatakan, kader yang pindah partai umumnya karena ada beberapa masalah. Faktor terbesarnya, mulai konflik internal hingga krisis kepemimpinan.

“Ekstremnya, sebagian kadernya merasa tidak terakomodasi lalu memilih mundur,” katanya.

Sementara dari sisi krisis kepemimpinan, Firman menilai Partai Demokrat sudah melemah pamornya setelah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak menjadi Presiden Indonesia. Demokrat tidak lagi punya figur sentral yang bisa mengendalikan kader secara keseluruhan.

“Demokrat dirugikan karena beberapa kader yang hengkang begitu potensial. Jadi harus berhati-hati, jangan sampai di 2024 juga menimbulkan kerugian penurunan suara,” tuturnya.(*)