Pupuk Langka Akibat Pengurangan Kuota, Petani Terpaksa Beli Non Subsidi

Pupuk Langka Akibat Pengurangan Kuota, Petani Terpaksa Beli Non Subsidi
0 Komentar

Kuota tersebut diperuntukkan bagi 66.000 petani pemilik dan penggarap yang luas sawahnya dua hektar ke bawah. Di Karawang ke seluruhannya sudah tergabung dalam kelompok tani (poktan).

Akibat pengurangan kuota itu, kata Entoh, pupuk bersubsidi di Karawang langka. Sementara untuk pupuk non subsidi masih normal. Yang membedakan dari keduanya adalah harga.

Harga pupuk subsidi sekitar Rp 180.000 per kuintal, sementara non subsidi Rp 380.000 hingga Rp 440.000 per kuintal.

Baca Juga:BPJamsostek Dukung Pencegahan Penyebaran Covid-19Aksara Sunda dan Kalangan Milenial Purwakarta

“Harga pupuk subsidi sudah ditentutan. Jadi kalau ada yang harganya mahal (Rp 380.000 hingga Rp 440.000 per kuintal). Itu pupuk non subdidi,” ucapnya.

Selain karena pengurangan kuota, pupuk bersubsidi sulit didapat lantaran adanya edaran dari Kementerian Pertanian perihal percepatan tanam secara serentak. Sehingga, jadwal tanam beberapa sawah maju dan berbarengan dengan yang lain.

“Kebutuhan sampai Desember (2020) 11.000 sampai 12.000 ton,” ucapnya.
Menurut Entoh kecil kemungkinan adanya penimbunan pupuk bersubsidi. Sebab, pupuk bersubsidi dikeluarkan dan disalurkan berdasarkan kuota yang ditetapkan. “Kalau petani (yang mendapat pupuk bersubsidi) sudah tanam, berarti jatah pupuknya sudah diambil,” ucapnya.

Untuk mengatasi kelangkaan itu, Dinas Pertanian Karawang telah mengajukan tambahan kuota ke Pemerintah Provinsi Jabar. Pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian. Hanya saja, sejauh ini belum ada tanggapan. “Kita belum tahu apakah kuota bakal ditambah atau tidak,” kata Entoh.

Selain itu, Dinas Pertanian juga memberikan sosialisasikan kepada petani soal pengurangan kuota pupuk tersebut. Komunikasi dengan Pupuk Kujang juga telah dulakukan.

Entoh menyebut penerapan Kartu Tani untuk mendapat pupuk bersubsidi diundur dari yang seharusnya diberlakukan 1 September 2020. siap. Alasannya, dari sekitar 66.000 petani, baru 86 persen yang Kartu Tani-nya yang tercetak. Itu pun ada beberapa petani yang kartunya hilang atau rusak. Selain itu, mesin EDC juga belum siap. “Dari 392 kios yang siap (mesin EDC) baru 30 persen,” kata dia.

Penundaan itu, kata dia, diambil untuk mengantisipasi hal-hal yang diiginkan sampai semua saranya siap. “Diundur tahun depan,” ungkapnya.(aef/vry)

Laman:

1 2
0 Komentar