Sistem Upah yang Selalu Membuat Resah

Sistem Upah yang Selalu Membuat Resah
0 Komentar

Dari sinilah muncul istilah hukum upah besi (the iron wage’s law) yaitu upah buruh tidak dapat dinaikkan dan diturunkan. Upah buruh akan tetap bertengger pada posisi untuk sekedar pemenuhan kebutuhan fisik minimum (KFM) saja. Pada akhirnya kesejahteraan kaum buruh di sistem ekonomi kapitalis hanya sebuah mimpi indah yang tidak pernah terealisasi.

Dalam Islam, dasar penentuan upah adalah manfaat (jasa) yang diberikan oleh ajir (buruh) kepada orang yang mempekerjakan (musta’jir) bukan didasarkan pada nilai barang yang diproduksi atau pada taraf kebutuhan fisik minimum (KFM). Pada dasarnya penentuan upah didasarkan pada kerelaan (ridha) dari dua pihak yang berakad yaitu ajir (buruh) dan musta’jir (pengusaha).

Apabila kedua belah pihak tidak mendapat titik temu dalam penentuan upah maka upah ditentukan para ahli (al khubara) yang dipilih oleh mereka sendiri. Apabila masih tidak mendapat titik temu dalam kesepakatan upah maka Negara yang akan memilih para ahli (al khubara) untuk menentukan besaran upah dan ini yang harus ditaati oleh kedua belah pihak.

Baca Juga:Isoman dan IsowomanRotasi Mutasi Tak Pengaruhi Pembahasan RPJMD

Negara hadir sebagai penengah ketika terjadi konflik diantara buruh dan pengusaha terkait dengan besaran upah yang harus disepakati diantara mereka bukan menjadi penentu kebijakan besaran upah buruh yang harus dibayarkan para pengusaha. Bahkan Negara tidak boleh menarik pajak ke atas keduanya yang pada akhirnya menambah beban mereka.

Kewajiban Negara adalah menjamin kesejahteraan rakyatnya di bidang kesehatan, pendidikan, dan keamanan secara sempurna dan cuma-cuma (gratis) tidak terkecuali. Sehingga kaum buruh dan pengusaha tidak terbebani dengan berbagai macam tunjangan dan pajak yang wajib dipenuhi dan sering menjadi konflik berkepanjangan karena tidak adanya titik temu diantara mereka.

Kaum buruh tidak akan tertindas lagi sebab mereka memperoleh upah sesuai dengan manfaat yang telah diberikan. Upah tidak disamaratakan didasarkan pada kebutuhan fisik minimum (KFM) dari pekerjaannya untuk biaya hidup perbulan saja. Negara menjamin terpenuhinya kebutuhan dasarnya sehingga sejahtera adalah keniscayaan bukan lagi sekedar mimpi yang tidak terealisasi.

0 Komentar