Aktivitas Panti Laras Iman, Tempat Penyembuhan OHI
Setiap kali kita melihat orang hilang ingatan (OHI), pada umumnya menyebut orang gila atau cacat mental, seringkali merasa takut. Bahkan tidak berani mendekatinya. Tapi tidak demikian dengan Ustad Agus. Bukan menjauhinya, tapi ia memilih hidup dengan mereka. Bahkan mengobatinya hingga sembuh.
__________________
Sorot matanya hampa. Di antaranya ada yang senyum sendiri, ngomong sendiri atau melakukan aktivitas yang tidak diketahui maksudnya apa. Tapi di siang hari, mereka terlihat kompak melakukan pekerjaan seperti orang normal: mencangkul, babat rumput hingga menjadi tukang bangunan. Di wakut solat, mereka bisa tertib mengikuti ritual solat dan berdoa serta zikir. Itulah pemandangan sehari-hari di Panti Laras Iman.
Yang dibimbing mengaji, berdoa dan beraktivitas di kebun bukan santri. Mereka adalah orang-orang yang tidak tahu dirinya siapa. Mereka hilang ingatan, pada umumnya orang menyebut sebagai orang sakit jiwa.
Bagi Ustad Agus, hidup bersama mereka sudah jadi pilihannya sejak 30 tahun lalu. Istri dan anaknya pun sudah terbiasa. Menyadari bahwa dirinya sudah “ditugaskan” Tuhan untuk menjadi wasilah penyembuh bagi mereka yang hilang ingatan.
Ustad Agus tidak pernah menyerah. Meski tahu resikonya, harus memberi makan mereka yang hilang ingatan dan tanpa dibayar, tapi tetap ia jalani. “Mereka manusia, akan selalu ada rezekinya,” katanya kepada Pasundan Ekspres di Panti Laras Iman di Desa Tanggulun, Kecamatan Kalijati.
Saat ini panti tersebut sudah menampung hampir 40 orang gangguan jiwa. 9 orang di antaranya adalah perempuan. Mereka berasal dari berbagai daerah. Di antar keluarganya tapi kebanyakan ditemukan di jalan. Dibawa relawan atau oleh Pemda Subang. “Ya kita enggak tahu mereka aslinya dari mana. Ya sudah kita rawat dan kita obati saja,” tambahnya.
Menurutnya, banyak penyebab mereka yang mengalami gangguan jiwa dan diobat atau menjalani terapi di Panti Laras Iman. Di antaranya karena faktor kesulitan ekonomi, masalah rumah tangga, mendalami ilmu hitam hingga mempraktikan amalan-amalan yang menyimpang.
Ustad Agus menyakini, setiap orang yang mengalami hilang ingatan atau gangguan jiwa masih bisa disembuhkan. “Semuanya dikembali kepada Allah. Kita memohon kesembuhan. Kita ajak mengaji, salat, zikir dan akhirnya kembali bisa mengenal siapa dirinya. Bisa sembuh,” katanya.
Ia sudah lupa, entah berapa banyak “pasien” yang ia sembuhkan dan sudah pulang ke keluarganya. Ia tidak pernah merasa lelah, meski harus berbagi nasi dan lauk-pauknya. Maklum, panti Laras Iman tidak punya donator tetap. Bantuan rutin dari pemerintah pun tidak ada.
“Dari Pemda hanya memberikan jatah makan sebulan dua kali. Itu kan belum cukup, sehari makan aja tiga kali. Memang yang repot untuk kebutuhan makan. Itu yang utama. Kita kadang nanam sendiri, sayuran dan lainnya,” tuturnya.
Kini Ustad Agus berusama mendirikan bangunan untuk menampung pasiennya. Tapi baru tahap pondasi dan penulangan besi cor. Sebab, tempat yang saat ini digunakan sudah tidak mencukupi. Ia berharap ada bantuan dari pihak manapun untuk pembangunan gedung tersebut. Sehingga semua pasiennya bisa tidur dan tertampung lebih layak dan nyaman. “Kalau ada rejekinya ingin dibangun tiga lantai,” tuturnya.
Bangunan yang saat ini mereka tempati jauh dari layak. Bangunannya sudah melebihi daya tampung. Diding mengelupas, kaca pecah dan jika hujan atap pun bocor. Mereka tidut tanpa alas karena keterbatasan fasilitas.
Saat situasi seperti itu, Ustad Agus bersyukur atas datangnya bantuan dari para donator #SahabatJiwa yang diinisiasi oleh pengusaha Oneng Imas Rosita SH, MH. “Terimakasih kepada Bu Imas dan para sahabatnya. Semoga menjadi amal kebaikan dicatat oleh Allah,” katanya.
Bersama sejumlah sahabatnya dari Jakarta, Imas menyerahkan bantuan uang tunai Rp7,5 juta dan berbagai kebutuhan pokok, pakaian baru, obat-obatan, kebutuhan wanita dan makanan.
“Ironis memang. Dengan kondisi yang jauh dari kata layak, dengan kemampuan ekonomi yang jauh dari kata makmur, Pak Ustad Agus telah “menampar” wajah saya dan “mempermalukan” diri saya. Beliau bisa merawat mereka dengan tanpa ada tendensi keuntungan finansial. Dari kejadian dunia nyata ini saya belajar, bahwa berbuat baik itu tidak harus menunggu waktu. Kalau ada niat dan keinginan pasti ada jalannya,” ujar Imas.
Meski sudah beberapa kali data ka Panti Laras Iman, batin Imas merasa teriris. Atas dasar itu, ia pun mengetauk hati para #SahabatJiwa untuk membantu Panti Laras Iman. Ia pun berhasil menggalang donasi berbagai macam. Mulai dari uang tunai hingga berbagai barang kebutuhan.
“Semoga ke depannya kami bisa terus membantu, agar para penghuni panti bisa membantu kami juga untuk menjadi penghuni surga, Amin,” pungkasnya.(man)